Thursday, December 4, 2014

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA: APA dan BAGAIMANA MENGEMBANGKANNYA


PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 402
P-25
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA:
APA dan BAGAIMANA MENGEMBANGKANNYA
Oleh
Djamilah Bondan Widjajanti
Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta
E-mail: dj_bondan@yahoo.com

Abstrak
Suatu soal atau pertanyaan merupakan suatu masalah apabila soal atau
pertanyaan tersebut menantang untuk diselesaikan atau dijawab, dan prosedur untuk
menyelesaikannya atau menjawabannya tidak dapat dilakukan secara rutin.
Pemecahan masalah adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan masalah.
Selain empat langkah pemecahan masalah matematika yang terkenal yang
dikemukakan oleh G. Polya, dalam bukunya ”How to Solve It”, terdapat juga model
pemecahan masalah yang disebut dengan Bransford’s IDEAL model dan Gick model.
Mahasiswa calon guru matematika harus cukup mendapatkan kesempatan
untuk mengembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah, mengingat
termasuk di dalam tugasnya nanti ketika menjadi guru adalah membimbing siswa
belajar memecahkan masalah matematika. Mengajarkan bagaimana menyelesaikan
masalah merupakan kegiatan guru untuk memberikan tantangan atau motivasi kepada
para siswa agar mereka mampu memahami masalah tersebut, tertarik untuk
memecahkannya, mampu menggunakan semua pengetahuannya untuk merumuskan
strategi dalam memecahkan masalah tersebut, melaksanakan strategi itu, dan menilai
apakah jawabannya benar.
Melalui perkuliahan berbasis masalah (PBL), mahasiswa calon guru matematika
dapat dikembangkan kemampuannya dalam pemecahan masalah. Ada banyak mata
kuliah di Program Studi Pendidikan Matematika yang cocok diberikan menggunakan
pendekatan PBL. Salah satu diantaranya adalah Matematika Diskret. Di dalam makalah
ini diberikan contoh implementasi PBL dalam mata kuliah Matematika Diskret. Untuk
dapat menjadi wahana pengembangan kemampuan pemecahan masalah, maka bahan
ajar untuk mata kuliah Matematika Diskret dirancang secara khusus sedemikian hingga
mahasiswa dapat belajar konsep tertentu melalui masalah yang diselesaikannya,
sekaligus akan menjadi trampil menyelesaikan masalah matematis yang beragam.
Kata Kunci: pemecahan masalah, mahasiswa
Pendahuluan
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 403
Salah satu tujuan belajar matematika bagi siswa/mahasiswa adalah agar ia
mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam memecahkan masalah atau soal-soal
matematika, sebagai sarana baginya untuk mengasah penalaran yang cermat, logis,
kritis, dan kreatif. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah menjadi fokus
pembelajaran matematika di semua jenjang. Lebih-lebih bagi seorang mahasiswa calon
guru matematika, tentu tidaklah cukup jika ia hanya mempunyai kemampuan tersebut
untuk dirinya sendiri, sebab kelak jika ia telah menjadi guru, ia akan mempunyai tugas
yang berat yaitu menjadikan siswanya memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah matematika.
Memperhatikan pentingnya seorang mahasiswa calon guru matematika
mempunyai kemampuan pemecahan masalah, maka perkuliahan di Program Studi
Pendidikan Matematika sudah seyogyanya difungsikan sebagai wahana bagi
mahasiswa untuk meningkatkan kemampuannya. Makalah ini akan membahas apa dan
bagaimana mengembangkan kemampuan komunikasi matematis mahasiswa calon
guru matematika.
Pembahasan
a. Masalah
Dalam belajar matematika, pada umumnya yang dianggap masalah bukanlah
soal yang biasa dijumpai siswa. Hudoyo (1988) menyatakan bahwa soal/pertanyaan
disebut masalah tergantung kepada pengetahuan yang dimiliki penjawab. Dapat
terjadi bagi seseorang, pertanyaan itu dapat dijawab dengan menggunakan prosedur
rutin baginya, namun bagi orang lain untuk menjawab pertanyaan tersebut
memerlukan pengorganisasian pengetahuan yang telah dimiliki secara tidak rutin.
Senada dengan pendapat Hudoyo, Suherman, dkk. (2003) menyatakan bahwa
suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan
untuk menyelesaikannya. Jika suatu masalah diberikan kepada seorang anak dan anak
tersebut langsung mengetahui cara menyelesaikannya dengan benar, maka soal
tersebut tidak dapat dikatakan sebagai masalah bagi anak tersebut.
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 404
Memperhatikan pendapat-pendapat tentang masalah seperti tersebut di atas,
dapatlah disimpulkan bahwa suatu soal atau pertanyaan merupakan suatu masalah
apabila soal atau pertanyaan tersebut menantang untuk diselesaikan atau dijawab,
dan prosedur untuk menyelesaikannya atau menjawabannya tidak dapat dilakukan
secara rutin, sebagaimana Bell (1978) menyatakan bahwa “a situation is a problem for
a person if he or she is aware of its existence, recognizes that it requires action, wants
or needs to act and does so, and is not immediately able to resolve the situation”.
b. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah adalah proses yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah. Pada tahun 1983, Mayer mendefinisikan pemecahan masalah sebagai suatu
proses banyak langkah dengan si pemecah masalah harus menemukan hubungan
antara pengalaman (skema) masa lalunya dengan masalah yang sekarang dihadapinya
dan kemudian bertindak untuk menyelesaikannya (Kirkley, 2003).
Pentingnya belajar pemecahan masalah dalam matematika, banyak ahli yang
mengatakannya. Menurut Bell (1978) hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa
strategi-strategi pemecahan masalah yang umumnya dipelajari dalam pelajaran
matematika, dalam hal-hal tertentu, dapat ditransfer dan diaplikasikan dalam situasi
pemecahan masalah yang lain. Penyelesaian masalah secara matematis dapat
membantu para siswa meningkatkan daya analitis mereka dan dapat menolong
mereka dalam menerapkan daya tersebut pada bermacam-macam situasi.
Conney (dikutip Hudoyo, 1988) juga menyatakan bahwa mengajarkan
penyelesaian masalah kepada peserta didik, memungkinkan peserta didik itu menjadi
lebih analitis di dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya. Dengan perkataan
lain, bila peserta didik dilatih menyelesaikan masalah, maka peserta didik itu akan
mampu mengambil keputusan, sebab peserta didik itu telah menjadi trampil tentang
bagaimana mengumpulkan informasi yang relevan, menganalisis informasi, dan
menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.
Memperhatikan apa yang akan diperoleh siswa dengan belajar memecahkan
masalah, maka wajarlah jika pemecahan masalah adalah bagian yang sangat penting,
bahkan paling penting dalam belajar matematika. Hal ini karena pada dasarnya salah
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 405
satu tujuan belajar matematika bagi siswa adalah agar ia mempunyai kemampuan atau
ketrampilan dalam memecahkan masalah atau soal-soal matematika, sebagai sarana
baginya untuk mengasah penalaran yang cermat, logis, kritis, analitis, dan kreatif.
Romberg (dalam Schoenfeld, 1994) menyebutkan 5 tujuan belajar matematika bagi
siswa, yaitu: (1) belajar nilai tentang matematika, (2) menjadi percaya diri dengan
kemampuannya sendiri, (3) menjadi pemecah masalah matematika, (4) belajar untuk
berkomunikasi secara matematis, dan (5) belajar untuk bernalar secara matematis.
NCTM (2000) menyebutkan bahwa memecahkan masalah bukan saja
merupakan suatu sasaran belajar matematika, tetapi sekaligus merupakan alat utama
untuk melakukan belajar itu. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah
menjadi fokus pembelajaran matematika di semua jenjang, dari sekolah dasar hingga
perguruan tinggi. Dengan mempelajari pemecahan masalah di dalam matematika, para
siswa akan mendapatkan cara-cara berfikir, kebiasaan tekun, dan keingintahuan, serta
kepercayaan diri di dalam situasi-situasi tidak biasa, sebagaimana situasi yang akan
mereka hadapi di luar ruang kelas matematika. Di kehidupan sehari-hari dan dunia
kerja, menjadi seorang pemecah masalah yang baik bisa membawa manfaat-manfaat
besar.
Karena menyelesaikan masalah bagi siswa itu dapat bermakna proses untuk
menerima tantangan, sebagaimana dikatakan Hudoyo (1988), maka mengajarkan
bagaimana menyelesaikan masalah merupakan kegiatan guru untuk memberikan
tantangan atau motivasi kepada para siswa agar mereka mampu memahami masalah
tersebut, tertarik untuk memecahkannya, mampu menggunakan semua
pengetahuannya untuk merumuskan strategi dalam memecahkan masalah tersebut,
melaksanakan strategi itu, dan menilai apakah jawabannya benar. Untuk dapat
memotivasi para siswa secara demikian, maka setiap guru matematika harus
mengetahui dan memahami langkah-langkah dan strategi dalam penyelesaian masalah
matematika.
Langkah pemecahan masalah matematika yang terkenal dikemukakan oleh G.
Polya, dalam bukunya ”How to Solve It”. Empat langkah pemecahan masalah
matematika menurut G. Polya tersebut adalah: ” (1) Understanding the problem, (2)
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 406
Devising plan, (3) Carrying out the plan, (4) Looking Back” (Alfeld, 1996). Hall (2000)
juga membuat iktisar dari buku G Polya tersebut, dan merinci bahwa: (1) Memahami
masalah, meliputi memberi label atau _able_ dan mengidentifikasi apa yang
ditanyakan, syarat-syarat, apa yang diketahui (datanya), dan menentukan solubility
masalahnya, (2) Membuat sebuah rencana, yang berarti menggambarkan
pengetahuan sebelumnya untuk kerangka teknik penyelesaian yang sesuai, dan
menuliskannya kembali masalahnya jika perlu, (3) Menyelesaikan masalah tersebut,
menggunakan teknik penyelesaian yang sudah dipilih, dan (4) Mengecek kebenaran
dari penyelesaiannya yang diperoleh dan memasukkan masalah dan penyelesaian
tersebut kedalam memori untuk kelak digunakan dalam menyelesaikan masalah
dikemudian hari.
Hampir sama dengan Polya, Dominowski (2002) menyatakan ada 3 tahapan
umum untuk menyelesaikan suatu masalah, yaitu: interpretasi, produksi, dan evaluasi.
Interpretasi merujuk pada bagaimana seorang pemecah masalah memahami atau
menyajikan secara mental suatu masalah. Produksi menyangkut pemilihan jawaban
atau langkah yang mungkin untuk membuat penyelesaian. Evaluasi adalah proses dari
penilaian kecukupan dari jawaban yang mungkin, atau langkah lanjutan yang telah
dilakukan selama mencoba atau berusaha menyelesaikan suatu masalah.
Kirkley (2003) menyebutkan bahwa model pemecahan masalah yang umum
pada tahun 60-an, adalah Bransford’s IDEAL model, yaitu: (1) Identify the problem, (2)
Define the problem through thinking about it and sorting out the relevant information,
(3) Explore solutions through looking at alternatives, brainstorming, and checking out
different points of view, (4) Act on the strategies, and (5) Look back and evaluate the
effects of your activity.
Sedangkan model pemecahan masalah yang lain, yang akhir-akhir sering
digunakan adalah model dari Gick (Kirkley, 2003). Dalam model ini urutan dasar dari
tiga kegiatan kognitif dalam pemecahan masalah, yaitu: (1) Menyajikan masalah,
termasuk memanggil kembali konteks pengetahuan yang sesuai, dan mengidentifikasi
tujuan dan kondisi awal yang relevan dari masalah tersebut, (2) Mencari penyelesaian,
termasuk memperhalus tujuan dan mengembangkan suatu rencana untuk bertindak
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 407
guna mencapai tujuan, dan (3) Menerapkan penyelesaian, termasuk melaksanakan
rencana dan menilai hasilnya.
Menyangkut strategi untuk menyelesaikan masalah, Suherman, dkk. (2003)
antara lain menyebutkan beberapa strategi pemecahan masalah, yaitu: (1) Act it Out
(menggunakan gerakan fisik atau menggerakkan benda kongkrit), (2) Membuat
gambar dan diagram, (3) Menemukan pola, (4) Membuat tabel, (5) Memperhatikan
semua kemungkinan secara sistematis, (6) Tebak dan periksa, (7) Kerja mundur, (8)
Menentukan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan informasi yang diperlukan,
(9) Menggunakan kalimat terbuka, (10) Menyelesaikan masalah yang mirip atau yang
lebih mudah, dan (11) Mengubah sudut pandang.
Para guru dapat memberikan masalah yang beragam cara penyelesaiannya,
sehingga para siswa berkesempatan untuk mencoba beberapa strategi untuk
mendapatkan berbagai pengalaman belajar. Jika ditinjau dari jenis masalah yang
diselesaikannya, Kirkley (2003) menyebutkan ada 3 jenis masalah, yaitu: (1) Masalahmasalah
yang terstruktur dengan baik (well structured problems), (2) Masalah-masalah
yang terstruktur secara cukup (moderately structured problems), dan (3) Masalahmasalah
yang strukturnya jelek (ill structured problems). Masalah yang terstuktur
dengan baik, strategi untuk menyelesaikannya biasanya dapat diduga, mempunyai satu
jawaban yang benar, dan semua informasi awal biasanya bagian dari pernyataan
masalahnya. Masalah yang terstruktur secara cukup, sering mempunyai lebih dari satu
strategi penyelesaian yang cocok, mempunyai satu jawaban yang benar, dan masih
memerlukan informasi tambahan untuk menyelesaikannya. Masalah-masalah yang
strukturnya jelek, penyelesaiannya tidak terdefinisi dengan baik dan tidak terduga,
mempunyai banyak perspekif, banyak tujuan, dan banyak penyelesaian, serta masih
memerlukan informasi tambahan untuk menyelesaikannya.
Berbagai jenis masalah perlu diberikan kepada siswa secara bertahap. Adalah
penting bagi seorang guru matematika untuk memahami bahwasanya orientasi di
dalam pendidikan adalah peserta didik. Menurut Hudoyo (1988) peserta didik harus
dibekali bagaimana belajar itu sebenarnya. Karena itu peserta didik harus dilatih
menyelesaikan berbagai jenis masalah.
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 408
Demikian pentingnya aspek pemecahan masalah ini dalam belajar matematika,
sehingga NCTM (2000) menyebutkan bahwa program-program pembelajaran dari pra
TK hingga kelas 12 seharusnya memungkinkan semua siswa untuk mampu: (1)
Membangun pengetahuan matematis yang baru melalui pemecahan masalah, (2)
Memecahkan permasalahan yang muncul di dalam matematika dan di dalam kontekskonteks
lain, (3) Menerapkan dan mengadaptasi beragam strategi yang sesuai untuk
memecahkan permasalahan, dan (4) Memonitor dan merefleksi pada proses
pemecahan masalah matematis.
c. Kemampuan Pemecahan Masalah
Memperhatikan pengertian masalah, pentingnya siswa belajar pemecahan
masalah, langkah-langkah dan strategi pemecahan masalah, seperti tersebut di atas,
maka memiliki kemampuan pemecahan masalah tidak hanya penting untuk siswa,
tetapi juga penting untuk mahasiswa, khususnya mahasiswa calon guru matematika.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah bagi seorang calon guru
matematika, seperti halnya kemampuan yang lain, yaitu penalaran dan pembuktian,
komunikasi, koneksi, maupun representasi matematik, terbukti dari ditentukannya
standar untuk kemampuan-kemampuan tersebut dalam NCTM (National Council of
Teachers of Mathematics, 2003). Seorang calon guru matematika haruslah
mengetahui, memahami, dan dapat menerapkan proses dari pemecahan masalah
matematika. Lebih-lebih bagi seorang calon guru matematika, tidaklah cukup hanya
mempunyai kemampuan pemecahan masalah untuk dirinya sendiri, sebab kelak jika ia
telah menjadi guru, ia akan mempunyai tugas yang berat, yaitu membimbing siswanya
agar memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah matematika.
Indikator yang dapat menunjukkan apakah seorang calon guru matematika
telah mempunyai kemampuan pemecahan masalah, menurut NCTM (2003) adalah: (1)
Menerapkan dan mengadaptasi berbagai pendekatan dan strategi untuk
menyelesaikan masalah, (2) Menyelesaikan masalah yang muncul di dalam
matematika atau di dalam konteks lain yang melibatkan matematika, (3) Membangun
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 409
pengetahuan matematis yang baru lewat pemecahan masalah, dan (4) Memonitor dan
merefleksi pada proses pemecahan masalah matematis.
Terkait dengan indikator pertama, yaitu mampu menerapkan dan
mengadaptasi berbagai pendekatan dan strategi untuk menyelesaikan masalah ini
sangat penting bagi seorang calon guru terkait dengan tugasnya nanti dalam
membimbing siswa menyelesaikan masalah.
Kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang muncul di dalam matematika
atau di dalam konteks lain yang melibatkan matematika, penting bagi seorang calon
guru matematika agar ia mempunyai cukup ketrampilan yang akan digunakannya
untuk membimbing siswa belajar matematika nantinya, apalagi jika dikaitkan dengan
perlunya siswa belajar matematika dalam konteks yang beragam, sebagaimana
disarankan dalam pendekatan kontekstual.
Indikator ketiga, yaitu mampu membangun pengetahuan matematis yang baru
lewat pemecahan masalah, terutama terkait dengan perlunya seorang calon guru
matematika mampu memilih dan mengembangkan masalah dan penyelesaiannya, agar
nanti iapun kelak jika telah menjadi guru akan dapat mengarahkan para siswanya
belajar berbagai ketrampilan matematis, dan membangun gagasan-gagasan matematis
yang penting.
Memonitor dan merefleksi pada proses pemecahan masalah matematis,
bermakna bahwa untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, seorang calon
guru matematika haruslah mampu secara kritis meninjau sendiri apa strategi
penyelesaian yang sudah dipilihnya. Bransford (dalam NCTM, 2000) menyatakan
bahwa para pemecah masalah yang baik menyadari apa yang sedang mereka lakukan
dan seringkali memonitor, atau meninjau sendiri, kemajuan diri mereka sendiri, atau
menyesuaikan strategi-strategi mereka saat menghadapi dan memecahkan
permasalahan.
Memperhatikan uraian standar dan indikator kemampuan pemecahan masalah
seperti tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa seorang calon guru matematika
dikatakan telah mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematis yang baik
jika ia telah mampu: (1) Memahami masalah, (2) Memilih strategi yang tepat untuk
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 410
menyelesaikan masalah, (3) Menyelesaikan masalah dengan benar dan sistematis, dan
(4) Memeriksa sendiri ketepatan strategi yang dipilihnya dan kebenaran penyelesaian
masalah yang didapatkannya.
Meskipun sudah terdapat panduan yang menyangkut langkah-langkah dan
strategi-strategi umum untuk menyelesaikan suatu masalah seperti tersebut di atas,
namun tidak berarti seseorang tidak menemui kendala dalam mempraktekkannya.
Beberapa kendala yang mungkin ditemui seseorang dalam menyelesaikan masalah
antara lain menyangkut salah interpretasi, ukuran masalah, dan motivasi (Dominowski,
2002).
Terkait dengan kendala salah interpretasi, besar kemungkinan hal ini
dikarenakan ketidakjelasan deskripsi masalahnya, kerancuan bahasa yang digunakan,
atau kekurangtepatan penggunaan istilah, notasi, gambar, tabel atau grafik yang
digunakan untuk merepresentasikan masalah tersebut. Dengan demikian, kemampuan
untuk memecahkan masalah juga terkait erat dengan kemampuan komunikasi
matematis.
d. Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah: sebuah contoh
Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa calon guru
matematika dapat dilakukan melalui perkuliahan dengan pendekatan berbasis masalah
(Problem Based Learning, PBL). Pendekatan perkuliahan berbasis masalah yang
mempunyai karakteristik: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang, (2)
Para mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil, dan (3) Dosen mengambil peran
sebagai ”fasilitator” dalam perkuliahan; diyakini cukup menjanjikan kemungkinan
untuk dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa.
PBL menampilkan perkuliahan sebagai kegiatan pemecahan masalah bagi
mahasiswa. Dalam rangka untuk menyelesaikan masalah tersebut para mahasiswa
akan belajar dalam kelompok kecil, saling mengajukan ide kreatif mereka, berdiskusi,
dan berfikir secara kritis (Roh, 2003). Juga, mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti
perkuliahan dengan pendekatan PBL mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
belajar proses matematika yang berkaitan dengan komunikasi, representasi,
pemodelan, dan penalaran. Dibandingkan pendekatan pembelajaran tradisional, PBL
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 411
membantu para mahasiswa dalam mengonstruksi pengetahuan dan ketrampilan
penalaran (Tan, 2004).
Untuk memberi gambaran bagaimana cara mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah matematis mahasiswa melalui PBL, berikut ini diberikan sebuah
contoh implementasi PBL dalam perkuliahan Matematika Diskret untuk mahasiswa
Program Studi Pendidikan Matematika di FMIPA UNY. Perkuliahan Matematika Diskret,
3 sks, untuk mahasiswa semester V, secara khusus dirancang untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis mahasiswa calon guru matematika..
Pada prinsipnya, mata kuliah Matematika Diskret berisi bahasan konsepkonsep,
prinsip-prinsip, prosedur atau algoritma tentang dasar-dasar kaidah
pencacahan, permutasi, kombinasi, relasi rekurensi, fungsi pembangkit, dan graf, serta
penerapannya dalam berbagai bidang. Menguasai dengan baik mata kuliah ini akan
sangat membantu mahasiswa calon guru matematika dalam mempelajari penerapan
matematika dalam berbagai bidang, seperti dalam teori peluang, hitung keuangan,
masalah transpotasi, riset operasi, dan ilmu komputer.
Mata kuliah Matematika Diskret dipandang tepat disampaikan menggunakan
pendekatan berbasis masalah mengingat karakteristik topik-topik yang dibahas
memuat banyak terapan dalam berbagai bidang. Buku Discrete Mathematics and Its
Applications karangan Rosen, H. K terbitan McGraw-Hill tahun 1999 menyajikan
banyak sekali contoh-contoh dan soal-soal Matematika Diskret yang beragam. Oleh
karena itu, selalu tersedia banyak dan beragam pilihan masalah yang dapat digunakan
dosen untuk memandu perkuliahan. Meskipun buku teks Matematika Diskret banyak
yang menyajikan contoh dan soal yang beragam, namun masih diperlukan handout
atau bahan ajar yang harus dirancang secara khusus, disesuaikan dengan pendekatan
perkulihan yang dipilih, yaitu PBL.
Dimulai dengan pemberian masalah, dengan tingkat kesulitan yang beragam,
mulai dari yang lebih mudah ke yang lebih sukar, mahasiswa belajar memahami
masalah, memilih strategi penyelesaian, menyelesaikan masalahnya, dan mengecek
penyelesaian yang diperolehnya. Pada menit-menit awal perkuliahan mahasiswa diberi
kesempatan untuk memahami masalah dan memikirkan strategi penyelesaiannya
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 412
secara mandiri/individual, kemudian baru diberikan kesempatan diskusi dalam
kelompok untuk mengklarifikasi pemahaman dan strategi yang dipilihnya untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Adanya topik-topik yang berkaitan dalam
Matematika Diskret, misalnya Kombinatorika, Relasi Rekurensi, dan Fungsi Pembangit,
menjadikan masalah yang harus diselesaikan mahasiswa dapat dipilih yang open-ended
(multi strategi), sehingga sangat memungkinkan terjadinya diskusi, sebagaimana
dianjurkan dalam PBL.
Penutup
Kendala yang dihadapi seorang dosen dalam mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah matematis mahasiswa calon guru matematika antara lain adalah
dalam pemilihan masalah yang dimaksudkan untuk memandu perkuliahan. Kendala ini
muncul mengingat keragamam mahasiswa dalam satu kelas pada umumnya.
Pertanyaan atau soal yang menjadi masalah bagi seseorang atau sekelompok
mahasiswa, belum tentu merupakan masalah bagi mahasiswa atau kelompok lain.
Sharing pengetahuan, wawasan, dan pengalaman antar dosen mata kuliah yang sama
dapat menjadi solusi untuk kendala ini.
Daftar Pustaka
Alfeld, Peter. (1996). Understanding Mathemathics.[online]. Tersedia:
http://www.math. utah.edu/~pa/math/polya.html. [ 10 Juli 2007].
Bell, F. H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. USA: Wm.C. Brown Company
Publishers.
Dominowski, R.L. (2002). Teaching Undergraduates. New Jersey: Lawrence Erlbaum
Assosiates Publishers.
Hall, A. (2000) Math Forum: Learning and Mathematics: Common –Sense Questions –
Polya. [Online]. Tersedia: http://mathforum.org/~sarah/discussion.Sessions/
Polya.html. [15 Juli 2007].
PROSIDING ISBN : 978-979-16353-3-2
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY, 5 Desember 2009 413
Hudoyo, Herman. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Kirkley, Jamie. (2003). Principles for Teaching Problem Solving. Plato Learning, Inc.
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Prinsiples and Standards for
School Mathematics. Reston: NCTM.
National Council of Teachers of Mathematics. (2003). NCTM Program Standards.
Programs for Initial Preparation of Mathematics Teachers. Standards for
Secondary Mathematics Teachers. [Online]. Tersedia: http://www.nctm.org/
uploadedFiles/Math_Standards/ [ 10 Maret 2008].
Roh, Kyeong Ha. (2003). Problem-Based Learning in Mathematics. Dalam ERIC Digest.
ERIC Identifier: EDO-SE-03-07. [Online]. Tersedia: http://www.ericdigest.org/.
[4 Desember 2007].
Rosen, H. K. (1999). Discrete Mathematics and Its Applications. Singapore: McGraw-
Hill.
Schoenfeld, H.A. (1994). Mathematical Thinking and Problem Solving. New Jersey:
Lawrence Erlbaum Assosiates Publishers.
Suherman, Erman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: UPI dan IMSTEP JICA.
Tan, Oon-Seng. (2004). Cognition, Metacognition, and Problem-Based Learning, in
Enhancing Thinking through Problem-based Learning Approaches. Singapore:
Thomson Learning.