Thursday, May 2, 2013

Makalah pasang surut sejarah islam

Pasang surut sejarah islam. Makalah ini dibuat oleh teman-teman guna menyelesaikan tugas yang diberikan. Sebelum membahas makalah kedatangan islam dinusantara, sharematika mengucapkan salam sapa untuk sahabat sharematika semua.
Berjumpa lagi dengan sharematika, blog yang membahas semua materi matematika sd, materi matematika smp, materi matematika sma, dan materi matematika perguruan tinggi



 DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................... i
Kata pengantar................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................ 1
BAB I Pendahuluan........................................................................................... 2
A.    Latar belakang................................................................................... 3
B.     Rumusan Masalah............................................................................... 4
BAB II Isi.......................................................................................................... 5
A.    Deskripsi Masa-Masa Kemajuan Islam............................................... 5
1.      Masa Kemajuan Dinasti Umaiyah............................................... 5
2.      Masa Kemajuan Dinasti Abbasiyah............................................. 8
3.      Masa Kemajuan Dinasti Umaiyah di Spanyol............................. 9
4.      Masa Kemajuan Dinasti Fatimiyah............................................ 11
B.     Deskripsi Masa-masa Kemunduran Islam......................................... 12
1.      Krisis dalam Bidang Sosial Politik............................................ 12
2.      Krisis dalam Bidang Keagamaan.............................................. 14
3.      Krisis Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan..................... 16
C.     Kebangkitan Islam Antara Cita-Cita dan Kenyataan....................... 18
1.      Taqiyuddin Ibnu Taimiyah........................................................ 19
2.      Muhammad Bin Abdul Wahab................................................. 23....
GERAKAN SALAFIYAH............................................................. 27
1.      Sayed Jamaludin Al- Afghany.................................................. 29
2.      Syekh Muhammah Abduh......................................................... 31
3.      Sayyed Rasyid Ridla................................................................. 33
4.      Syaikh Hasan Al-Bana.............................................................. 34
GERAKAN REFORMASI ISLAM DI INDIA/ PAKISTAN.. ....35
1.      Syah Waliyullah........................................................................ 35
2.      Sir Sayid Ahmad Kahn............................................................. 36
3.      Sayyid Amir Ali........................................................................ 36
4.      Muahammad Iqbal.................................................................... 36
5.      Muhammad Ali Jinnah.............................................................. 36
Realisasi Kebangkitan Islam antara Cita-cita dan Kenyataan.......... 37
BAB III Penutup.............................................................................................. 40
a.       Kesimpulan...................................................................................... 40
Daftar Pustaka ................................................................................................. 42

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Dunia Islam dalam melakukan perkembangan tidaklah mudah, banyak sekali kendala yang dapat menyebabkan dunia Islam mengalami pasang surut. Sebagaimana tercantum dalam firman Allah dalam surah Ali ‘Imran [3] ayat 140 sangat tepat menggambarkan dunia Islam pada saat itu. Secara tegas dinyatakan bahwa kehidupan manusia, baik secara perorangan maupun kelompok pasti akan mengalami pasang surut.
Pada saat Islam mengalami kejayaan, Islam berhasil mengembangkan wilayah yang luas, menguasai ilmu pengetahuan, peradaban, dan kebudayaan yang maju berdimensi rahmatan lil alamin. Kejayaan itu berhasil diraih berkat perjuangan Rasulullah saw., dan para sahabatnya. Kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin, dinasti Umaiyah, dinasti Abbasyiyah, dinasti Umaiyah Andalusia dan dinasti Fathimiyah.
Masa-masa kejayaan Islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya, akhirnya mengalami kemundurannya juga. Berbagai krisis yang melanda dunia Islam merupakan faktor penyebab dari kemunduran dunia Islam. Krisis tersebut meliputi krisis dalam bidang agama, krisis bidang sosial, dan krisis bidang ilmu pengetahuan.
Benih pembaharuan dalam dunia Islam sesungguhnya telah muncul di sekitar abad XIII Masehi. Ketika itu dunia Islam tengah mengalami kemunduran dalam berbagai bidang. Saaat itulah lahirlah Taqiyudin Ibnu Taimiyah dan menjadi seorang muslim yang sangat peduli terhadap nasib umat Islam dengan mendapat dukungan dari murid beliau bernama Ibnu Qayyim al Jauziah (691-751 M). Kedua tokoh tersebut berusaha memurnikan ajaran Islam (Tajdidu fil Islami). Mereka berusaha memurnikan ajaran Islam dari berbagai keyakinan, sikap, dan perbuatan yang merusak sendi-sendi Islam. Mereka ingin mengembalikan pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengalaman Rasulullah saw. dan generasi salaf.

B.     RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah yang akan kami bahas antara lain:

1.      Deskripsi Masa Kemajuan Islam ?
1.1          Deskripsi Masa Kemajuan Dinasti Umaiyah
1.2          Deskripsi Masa Kemajuan Dinasti Abbasiyah
1.3          Deskripsi Masa Kemajuan Dinasti Umaiyah di Spanyol
1.4          Deskripsi Masa Kemajuan Dinasti Fatimiyah

2.      Deskripsi Masa Kemunduran Islam ?
1.1          Krisis dalam Bidang Sosial Politik
1.2          Krisis dalam Bidang Keagamaan
1.3          Krisis Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan

3.      Kebangkitan Islam Antara Cita-Cita dan Kenyataan ?
1.1          Sayed Jamaludin Al- Afghany
1.2          Taqiyuddin Ibnu Taimiyah
1.3          Sayyed Rasyid Ridla
1.4          Syaikh Hasan Al-Bana
1.5          Realisasi Kebangkitan Islam Antara Cita-cita dan Harapan









BAB II
ISI
A.    Deskripsi Masa-Masa Kemajuan Islam

Sekitar abad VII sampai dengan abad X Masehi, Islam berkembang dengan pesatnya, meliputi wilayah-wilayah yang sangat luas dengan penguasaan ilmu pengetahuan, peradaban dan kebudayaan yang sangat maju dan tinggi, yang berdimensi rahmatan lil ‘alamin. Kejayaan Islam ini merupakan hasil perjuangan yang tidak mengenal lelah, baik yang dirintisi dan dipelopori oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya, diteruskan pada zaman Khulafatur Rasyidin, dinasti Umaiyah, dinasti Abasiyah, dinasti Umaiyah Andalusia maupun dinasti Fathimiyah.

a.      Dinasti Umaiyah ( 661-750 M )
Kekhalifahan Umaiyah dimulai dengan naiknya Muawiyah sebagai khalifah yang pertama kali dari dinasti Umayyah pada tahun 661 M. Pada periode ini wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah luas. Dari sejak Afrika Utara, sebagian India, Afganistan, Turkistan, Bulukistan, Samarkan, dan sebagian besar kerajaan Rumawi Timur. Adapun sukses yang didapat oleh Islam dalam memperluas wilayah kekuasaannya tidak lain karena Islam sangat menekankan etika hidup dalam segala hal, termasuk ketika melakukan ekspansi kekuasaannya.
Imperium Islam yang sangat luas, dengan kondisi yang teramat sangat heterogin dalam segala aspeknya telah bercampur aduk satu sama lainnya. Dalam waktu yang tidak terlalu lama muncullah gejala terjadinya proses akulturasi sosio budaya yang sangat kaya raya, berupa terjadinya proses pencampuran antara budaya Islam Arab dengan berbagai budaya daerah lain. Demikian pula telah berlangsung proses asimilasi (pencampuran darah) lewat perkawinan antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa di berbagai wilayah tersebut. Namun ada satu hal yang dapat dicatat bahwa dalam penyiaran Islam ke berbagai wilayah yang didatangi ternyata tidak terjadi apa yang dinamakan proses sinkritisasi, yaitu bercampurnya prinsip-prinsip ajaran Islam (ushul-ad dien) dengan ajaran dari suatu agama tertentu. Hal ini dapat terjadi karena Islam mengajarkan faham tauhid yang murni (monoteisme absolut), ketat (rigid), dan bersih dari berbagai macam gejala kemusyrikan, khurafat, bid’ah dan sebagainya.
Pada periode Umaiyah pengembangan pemikiran ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh mujtahid besar dalam bidang fiqih, seperti Imam Abu Hanifah an-Nu’man (80-150 H) yang terkenal sebagai penubuh madzhab Hanafi, Imam Malik bin Anas (meninggal 179 H), dikenal sebagai penyusun Kitab Muwattha’ dan penubuh madzab Maliki, Imam Muhammad Idris as- Syafii ( 105-204 H), penyusun Kitab al-Um dan penubuh madzhab Syafii dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (164-241 H), penubuh madzhab Hambali.
Dalam rentang sejarah kekhalifahan Umaiyah yang panjang, tercatat sosok khalifah yang sangat terkenal dan sangat menonjol dalam hal kepribadian maupun kepemimpinannya, yaitu khalifah Umar bin ‘Abdil ‘Aziz (717-720 M), yang oleh karena para ulama dinobatkan sebagai salah seorang “Khulafatur Rasyidin” yang kelima. Pribadi Umar yang sangat legendaris ini terkenal karena kealimannya, adil, arif bijaksana, zuhud, wara’, sangat disayangi dan ditaati oleh rakyatnya sehingga tidak berlebihan kalau orang menyamakan dirinya dengan pribadi khalifah Umar bin Khatthab ra, khususnya dalam memegang kendali pemerintahan yang sangat terkenal keadilan dan kejujurannya. Kesenjangan dan kemiripan ini bukan karena faktor ‘kebetulan’ semata, akan tetapi karena antara keduanya ternyata masih ada pertalian darah. Lewat garis ibunya, Umar bin Abdil ‘Aziz memiliki darah keturunan Umar bin Khattab ra.
Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 Tahun. Ibukota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-680 M), Abn Al-Malik ibn Marwan (685-705 M), Al Wahid ibn Abdul Malik  (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M) dan Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743 M).
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali pada dinasti ini. Pada masa ini terjadi keberhasilan ekspansi baik di Timur maupun di Barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Abd Al- Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd Al-Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan Khalifah Abd Al-Malik diikuti oleh putranya Al-Wahid ibn Abd Al-Malik (705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangun panti-panti untuk orang cacat. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Maskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak menaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengekibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Abdullah ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Makkah setelah sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Makkah. Dua pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun peperangan terhenti karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd Al-Malik.
  
b.      Dinasti Abbasiyah (750-1258)
Periode dinasti Abbasiyah ditandai dengan dikalahkannya kekuasaan Umaiyah yang berpusat di kota Damaskus/Siria oleh Abdul ‘Abbas as-Saffah, dari keturunan ‘Abbas bin ‘Abdul Muthalib (salah seorang dari paman Nabi Muhammad SAW). Kekuasaan dinasti ‘Abbasiyah yang berlangsung sekitar 509 tahun (lima abad) dengan Bagdad, Irak sebagai pusat kekhalifahannya.
Diantara sekian khalifah dari Bani Abbasiyah tercatat nama-nama khalifah yang besar sekali jasanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Mereka berusaha menghidupkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan sekuat tenaga dengan cara menghimpun para cendekiawan serta mengadakan berbagai pertemuan yang bersifat keilmuan dan kebudayaan dalam suatu forum yang dinamai “Darul Hikmah”.
Sebagai bukti yang menunjukkan betapa gairahnya negara mendorong perkembangan ilmu pengetahuan dituturkan oleh seorang yang pernah berkunjung ke ibu kota Kerajaan Abbasiyah ketika itu. Ia menuturkan bahwa pada tahun 981 M di sepanjang sungai Tignis yang membelah kota Bagdad, telah terdapat sekitar 100 buah perpustakaan yang berisi berbagai macam buku baik asli ataupun terjemahan, dilengkapi pula dengan ruangan khusus untuk diskusi. Demikian pula bangunan gedung ma’had (pendidikan), baik untuk tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi ada di mana-mana. Di kota Bagdad juga terdapat gedung observatorium bintang guna untuk mengamati benda-benda langit.
Dalam tempo kurang lebih lima puluh sesudah membangun dinasti Abbasiyah, sebagian besar sektor ilmu pengetahuan telah dibukukan, baik yang berkenaan dengan ilmu naqliyah, seperti ilmu-ilmu Al-Qur’an, ilmu Hadits, ilmu Tauhid, Fiqih maupun ilmu-ilmu ‘aqliyah yang diambil dari peradaban kuno, seperti matematika, astronomi, logika, kedokteran, filsafat, fisika, kimia, dan sebagainya.
Perkembangan dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya ketika kekuasaan dipegang oleh Harun al-Rasyid (786-809M), seorang khalifah yang kemashuran dan kecemerlangannya dapat disejajarkan dengan khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz dari dinasti Umaiyah.
Kota Bagdad benar-benar menjadi kota yang diterangi dengan berbagai ilmu pengetahuan dan peradaban yang sangat tinggi, yang kehangatan sinarnya memancar ke seluruh penjuru dunia belahan timur. Selain itu juga terjadi perluasan perdagangan dan perniagaan Islam,melalui eksplorasi ekonomi. Pada masa itu perekonomian didominasi oleh perdagangan barang-barang mewah (rempah-rempang, wangi-wangian, perhiasan, logam-logam mulia, sutera dan binatang-binatang langka).

c.       Dinasti Umaiyah di Spanyol (757-1492)
Di belahan Barat (Eropa) berdiri dengan megahnya Khilafah Umaiyah (757-1492 M) yang berada di wilayah Spanyol. Kekhalifahan ini diawali dengan kedatangan pasukan Islam yang cukup legendaris ke daratan Spanyol dibawah pimpinan Thariq Ibnu Ziyad pada tahun 711 M, yang ditandai dengan ditaklukannya kerajaan Visigothic yang dipimpin oleh raja Roderick.
Dalam hubungannya dengan kehidupan masyarakat, kini terdapat dua ras, yaitu Arab dan Spanyol, yang hidup berdampingan secara damai. Dan akhirnya lahir generasi campuran dengan sebutan Bangsa Moor, yang kemudian menguasai daulah Umaiyah di spanyol selama 7,5 abad.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama Cordova mulai dikenal oleh masyarakat Eropa sebagai pusat kebudayaan dan pusat ilmu pengetahuan, yang ditandai dengan banyaknya perpustakaan dengan berbagai macam buku yang mencakup segala bidang. Berbagai bangunan megah seperti istana al-Hambra di Granada, Masjid Cordova dan berbagai bangunan lainnya yang sangat mengagumkan karena arsitekturnya yang sangat tinggi menandai tingginya penguasaan ilmu bangunan dan arsitektur.
Pada masa dinasti Umaiyah di Andalusia ini telah lahir sekian banyak intelektual muslim, seperti Ibnu Bahjah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd(Averoes), dsb. Ibnu Rusyd (1126-1198 M), adalah seorang cendekiawan/filosuf Andalusia, disamping sebagai seorang dokter dengan bukunya “Colliget” atau “Kitabul-Kuliyyat”, ia juga seorang faqih/ahli hukum yang karyanya yaitu “Bidayatul-Mujtahid”. Menjelang abad XVI, filsafat dan ajaran Ibnu Rusyd telah mendominasi intelektual-intelektual Eropa untuk masa lebih dari 4 abad, dan dalam arti sesungguhnya ia dapat dianggap sebagai pelopor dari gerakan ‘Renaissance’ yaitu gerakan pencerahan kembali yang mengangkat dunia barat dari alam kegelapan.
Cendekiawan muslim yang tidak boleh dilupakan juga namanya untuk dicermati adalah Ibnu Khaldun yang lahir di Tunisia sekitar abad IX. Ia adalah seorang ahli dalam bidang ilmu social (sosiologi). Bahkan ada yang menyebutnya bapak Sosiologi, karena hasil penelitian dan penyajiannya cukup ilmiah untuk pertama kalinya dalam bidang ini. Hasil karya yang paling terkenal dan sampai sekarang masih banyak dibaca sebagai referensi antara lain,”Muqaddimah” atau “Introduction of Ibnu Khaldan’.
Dalam masalah pengembangan ekonomi daulah Umaiyah di Spanyol juga mencapai sukses yang sangat signifikan, sebagaimana yang dituturkan Turner bahwa “Di Spanyol ‘industrialisasi’ Islam mencapai puncaknya. Ada tambang-tambang tembaga, bijih besi, dan mineral-mineral lainnya, pembuatan kapal serta kerajinan kulit dan tekstil. Bernard Lewis mengatakan bahwa di Cordoba saja ada 13.000 penenun”.



d.      Dinasti Fatimiyah (911-1171 M)
Kekhalifahan yang ketiga adalah Dinasti Fatimiyah (suatu penamaan yang diambil dari tiang turusnya, yaitu Fatimah binti Nabi Muhammad SAW), yang didirikan oleh kaum Syi’ah sekitar tahun 919-1171 M. Khalifah Fatimiyah didirikan di Afrika Utara (Tunisia), kemudian meluas ke timur dan berhasil merebut Mesir pada tahun 969 M, dan terus ke timur hingga Siria dapat dikuasainya pada tahun 981 M.
Khilafah ini membangun Univesitas Al-Azhar di kota Kairo pada tahun 981 M ketika berhasil meluas ke Mesir. Di samping mendirikan Al-Azhar, dinasti ini juga mengembangkan ilmu pengetahuan lewat menerbitkan berbagai macam buku ilmu pengetahuan. Kairo menjadi ibukota kerajaan Fatimiyah, dan pada tahun 1171 M dinasti Fatimiyah runtuh akibat dikalahkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi(Saladin), seorang raja Turki yang namanya sangat legendaris dalam Perang Salib III.

Kejayaan dunia Islam seperti diatas merupakan hal yang sangat kontras dengan dunia Nasrani Barat, yang telah tenggelam dalam melawan kegelapan zaman. Tegasnya sumbangan Islam dalam bidang iptek ini dapat dibuktikan dari tampilnya ilmuwan-ilmuwan Islam dalam khazanah literature dunia dalam zamannya. Usaha umat Islam saat itu bukan hanya membuat mereka berkuasa, tetapi juga besar. Disamping memperoleh kekuasaan politik dan ekonomi dengan cepat, mereka memperoleh kemajuan baik dalam bidang kesenian maupun dalam bidang ilmu pengetahuan. Tentara mereka menang dalam pertempuran-pertempuran, perintah-perintahnya dipatuhi, surat-surat kreditnya berharga, arsitekturnya agung, sastranya menawan hati, keilmiahannya tinggi, matematikanya kuat, dan teknologinya efektif.



B.     Deskripsi Masa-masa Kemunduran Islam
Masa-masa kemajuan dunia Islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya, yang pengaruhnya telah merebak dan merambah jauh ke berbagai belahan dunia non muslim pada akhirnya juga mengalami masa-masa kemundurannya. Berbagai macam krisis yang sangat kompleks sekali telah menerpa dunia Islam, diantaranya adalah:

a.      Krisis dalam Bidang Sosial Politik
Al- Qur’an, Surat Ali ‘Imran ayat 140 secara tegas menyatakan bahwa kehidupan manusia, baik secara perorangan maupun kelompok pasti akan mengalami masa “ up and down”, masa pasang surut. Demikian juga yang terjadi pada kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat di Bagdad maupun kekhalifahan Umaiyah yang ada di Andalusia.
Pada masa itu ajaran Islam dapat diibaratkan bagaikan pakaian, dimana kalau dikehendaki baru dikenakan akan tetapi kalau tidak diperlukan ia bisa digantungkan, dan tidak lebih dari itu.

PERANG SALIB (The Crusaders)
Pasukan Salib Eropa pada tahun 1095 melakukan invasi ke wilayah negeri-negeri Islam. Khalifah Abbasiyah adalah boneka yang didalangi oleh Bani Saljuk(Turki), yang tak henti-hentinya saling memerangi. Perang Salib itu sendiri terjadi bersamaan dengan awal permulaan tumbuhnya peradaban bangsa Eropa, dimana peradaban mereka saat itu masih dalam persekutuan dengan gereja. Dalam kondisi seperti itu, dengan mudahnya Perang Salib menyeret mereka kedalam kontak permusuhan dengan dunia Islam.
Sebab dari perang salib itu bermula dari tersebarnya isu bahwa para peziarah kristiani dikota Yerusalem sering diganggu orang-orang Islam. Namun dibalik isu itu, sesungguhnya bangsa Eropa merasa sakit hati dan dendam terhadap kekuasaan Islam yang sudah merambah ke benua Eropa, dan terlebih lagi kebencian mereka terhadap penguasa Turki Usmani yang dianggap telah menghina dan menginjak-injak harga diri dan martabat bangsa Eropa dengan pendudukan kota suci Yerusalem, kota suci bagi kaum Nasrani, dan semenanjung Balkan. Dengan kobaran dendam yang tak terbendung lagi Paus Urbanus II menyeru kepada dunia Barat untuk melakukan perang suci bersama guna merebut dan membebaskan kota Yerusalem.
Untuk menunjukan bahwa perang itu adalah perang suci maka seluruh armada dan pasukan Barat yang berangkat ke medan perang wajib mengenakan atribut “Salib”, dikenakan pada semua peralatan perang. Perang Salib yang berlangsung disekitar tanah Yerusalem, akhirnya merambah ke berbagai wilayah yang cukup luas, berlangsung sekitar tahun 1096-1291 M. Perang Salib yang memakan waktu selama dua abad ini berlangsung sampai tujuh kali perang. Semua orang Islam di wilayah-wilayah itu dibantai dan dibakar dengan kejinya oleh tentara-tentara Salib.
Sesungguhnya Perang Salib berlangsung tidak sebatas mulai tahun 1096 sampai 1291 M, tetapi menurut Stoddard perang Salib berlangsung enam abad lamanya. “Perang Salib tidak lain dari serangan balasan Barat terhadap serangan Turki kepada orang Nasrani yang berlangsung selama 600 tahun, dan baru berakhir secara pasti di perbentengan Wina tahun 1683 M”. Dunia Islam mengalami kemunduran dalam segala bidang kehidupan. Kejadian tragis dan memilukan yang menimpa Islam seakan-akan tak kunjung berhenti, baik yang ada di Andalusia, Baghdad, dan Yerusalem serta tempat-tempat lainnya.
Krisis dunia Islam yang segera muncul ke permukaan adalah mulai tercabik-cabiknya kekuasaan Islam, baik pepecahan itu muncul dalam bentuk berdirinya penguasa-penguasa lokal yang sama memisahkan diri dari pemerintah pusat atau benar-benar kekuasaan tersebut direbut oleh penguasa lain, sebagaimana Andalusia yang dikalahkan oleh kekuatan Kristen, dan Baghdad yang dikalahkan oleng bangsa Mongol,  semua itu terjadi karena disebabkan hilangnya ruh Islam dari kehidupan mereka.
Kondisi kemunduran Islam semakin diperparah lagi ketika bangsa-bangsa Eropa telah bangkit dari tidurnya. Berbagai macam teknologi telah mereka temukan, termasuk teknologi yang berhubungan dengan perang. Dengan berbagai peralatan yang dimilikinya mereka datang ke negeri-negeri Islam untuk menjajah, menjarah kekayaan serta memurtadkan dengan penuh kelicikan dan tipu daya. Sejak abad ke XVI praktis dunia Alam Islami yang membentang dari Maroko sampai Merauke tidak ada satu negripun yang bebas dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa.

b.      Krisis dalam Bidang Keagamaan
Krisis ini berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama jumud (konservatif) bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Dengan adanya pendirian tersebut mengakibatkan lahirnya sikap memutlakkan semua pendapat iman-iman mujtahid, seperti memutlakkan pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Shafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan iman-iman mujtahid lainnya. Padahal pada hakekatnya imam-imam tersebut masih tetap manusia biasa, bukan manusia maksum yang tidak akan lepas dari kesalahan. Pengakuan daripada iman mujtahid bahwa pendapatnya tidak lepas dari kemungkinan salah serta melarangnya untuk dipeganginya secara mutlak dapat disimak dari fatwa mereka, seperti :
Fatma Imam Abu Hanifah:
Bahwasanya Abu Hanifah pernah ditanya: “Apabila engkau menyatakan sesuatu pernyataan, padahal Kitab Allah (Al-Qur’an) menyalahkannya, bagaimanakah sikap anda?” “ Tinggalkan fatwaku dan ikutilah Al-Qur’an”. Dikatakan pula “ Bagaimanakah kalau hadis Rasulullah menyalahkannya juga? Beliau menjawab” Tinggalkanlah perkataanku dan ikutilah perkataan Rasulullah”. “Haram bagi siapapun yang belum mengetahui dalil (alasan) fatwaku, untuk difatwakan pendapat-pendapatku”.
Fatwa Imam Malik bin Anas:
1.         “Sesungguhnya aku ini tidak lain melainkan manusia belaka yang boleh jadi aku salah dan boleh jadi aku benar. Oleh karena itu hendaklah kalian perhatikan pendapat-pendapatku. Setiap pendapatku yang sesuai dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul maka ambillah. Dan tiap-tiap pendapatku yang tidak sesuai dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul maka tinggalkanlah”.
2.         Nilailah ijtidahku ini, oleh karena mengenai perkara agama (jangan terus diterima saja). Tidak seorang pun kecuali dapat diterima perkataannya dan dapat ditolak, kecuali manusia yang dimakamkan dalam kuburan ini (yakni Rasulullah SAW).

Fatwa Imam Syafi’i:
1.         Jika kalian berpendapat bahwa perkataan saya menyalahi perkataan Rasulullah, maka amalkanlah perkataan Rasulullah, dan lemparkanlah perkataan saya keluar pagar.
2.         Imam syafi’i berkata kepada muridnya (Rabi): “Janganlah engkau bertaqlid kepadaku tentang apa yang aku katakan, melainkan engkau sendiri harus memikirkan (menyelidiki) dalam perkara itu, karena hal itu sesuatu perkara mengenai agama”.
3.         Apakah hadits itu shahih, maka itulah madzhabku
4.         Tiada halal bertaqlid kepada seseorang selain kepada nabi Muhammad SAW.
Dari zaman keruntuhan dunia Islam, dunia pendidikan pun terkena getahnya juga. Kemerosotan dunia pendidikan Islam antara lain ditandai dengan sepinya kegiatan-kegiatan ilmiah yang merangsang peserta didik untuk melakukan penelitian dan percobaan. Mimbar-mimbar ilmiah yang menjadi jantungnya perguruan tinggi tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Para pengajar tidak lagi memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat, kritik, ulasan, dan komentar terhadap pendapat para ulama terdahulu. Lembaga pendidikan Islam pada kurun ini tidak lagi berfungsi sebagai pusat pembibitan kader-kader ulama dan cendekiawan muslim yang kritis, yang siap menghadapi berbagai tantangan dan perubahan zaman. Ketimpangan dunia pendidikan Islam seperti itu akhirnya hanya sekedar dapat menghasilkan pemikir-pemikir kerdil yang berwawasan sempit, yang hanya pandai memfatwakan pendapat-pendapat ulama tanpa berusaha lebih jauh  untuk memahami alasan dan dalil manakah yang digunakan sebagai acuan pengambilan hukum tersebut. Mereka dengan gencarnya menganjur-anjurkan kepada umatnya untuk bersikap taqlid kepada imam-imam madzhab, anjuran yang secara terang-terangan bertabrakan dan bertentangan dengan jiwa dan semangat Al-Qur’an.
H.A.R. Gibb menggambarkan kondisi umat Islam, pada zaman kegelapan dengan ungkapan “ Sebagian terbesar dari ulama Islam berpendapat bahwa pintu ijtihad tertutup untuk selama-lamanya, dan bahwa tidak seorang ulama pun, betapa besarnya ia, yang dapat memenuhi syarat-syarat sebagai mujtahid, penafsir hukum yang diakui, walaupun beberapa ulama kemudian ada yang sewaktu-waktu menuntut pengakuan pembolehan berijtihad ( Deliar Noer :11).
Diakui oleh siapapun bahwa di dalam Al-Qur’an ditemukan bahwa sekali ayat-ayat yang merangsang manusia untuk mengembangkan daya nalarnya seoptimal mungkin, sebaliknya Al-Qur’an sangat mencela sikap taqlid, sikap membeo atau mengekor tanpa mengetahui dasar atau alasannya. Kedua sikap yang bertabrakan seperti itu dalam Al-Qur’an menegaskan secara eksplinsit seperti antara lain : Surat Ali ‘Imran (3):189-191, al-Ghasiyah (88):17-26, ar-Rahman (55):33 dan al- Isra’(17):36.
Kondisi dunia Islam yang dipenuhi oleh ulama-ulama yang dikualitas seperti di atas membuat redup dan pudarnya nur Islam yang di abad-abad sebelumnya merupakan kekuatan yang mampu menyinari akal pikiran umat manusia dengan terang-benderang.

c.       Krisis Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Krisis yang ketiga ini sesungguhnya hanya sekedar akibat dari adanya krisis dalam bidang sosial politik dan bidang keagamaan. Sebagaimana telah dibahas dimuka bahwa dengan jatuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam, baik di bagian Barat yang berpusat di Cordova maupun di belahan Timur yang berpusat di Bagdad ternyata penderitaan yang dialami oleh dunia Ilmu Pengetahuan adalah sama. Baik kaum Nasrani Spanyol maupun tentara Mongol sama-sama berperangai Barbar dan sama sekali belum dapat menghargai betapa tingginya nilai ilmu pengetahuan. Pusat-pusat ilmu pengetahuan, baik yang berupa perpustakaan maupun lembaga-lembaga pendidikan diporak-porandakan dan dibakar sampai punah tak berbekas.
Dalam kondisi yang seperti ini sudah barang tentu dunia pendidikan tidak mendapatkan ruang gerak yang memadai, segala aspek yang menjunjung berkembangnya lembaga-lembaga pendidikan serba terbatas. Oleh karena itu pada masa-masa seperti ini dunia Islam tidak dapat melahirkan pemikiran-pemikiran kritis. Lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang ada sama sekali tidak memberi ruang gerak kepada para mahasiswanya untuk melakukan penelitian dan pengembangan ilmu. Kebebasan mimbar dan kebebasan akademik yang menjadi ruh atau jantungnya pengembangan ilmu pengetahaun Islam satu per satu surut dan sirna.
Suasana gelap yang menyelimuti dunia Islam akibat berbagai krisis benar-benar mencekam dan memprihatinkan. Pada saat bangsa Eropa Tengah sibuk melepaskan armada-armadanya untuk mengarungi berbagai lautan dengan tujuan untuk merampas, menjajah dan menjarah kekayaan negeri-negeri Islam sekaligus menyebarluaskan ajaran Injil, pada saat itu pula sebagian besar kaum muslimin tenggelam dalam ajaran tasawuf yang sudah jauh menyimpang dari ruh Islam. Ajaran yang menyatakan bahwa dunia adalah penjara bagi kaum muslimin sangat populer di tengah-tengah masyarakat Islam zaman ini.
Masa kemunduran dunia Islam seperti di atas terus berlangsung sampai akhir abad XVIII. Baru kemudian pada awal abad XIX ada usaha-usaha dari beberapa ulama Islam yang berpikiran maju untuk membangun kembali kemuliaan Islam dan kejayaan kaum muslimin Gagasan seperti ini kemudian hari terkrisral dalam suatu gerakan yang terkenal dengan Gerakan Pembaharuan atau Gerakan Reformasi dalam Islam, yang intinya diarahkan untuk “Purification of Islam Mind and Rejuvenation of Islam Creed” menurut istilah Bung Karno. Gerakan Pembaharuan atau Pemurnian Islam ini dengan lantang bersemboyan : “ KEMBALI KEPADA AL- QUR’AN DAN HADITS SYARIF”.

C.    Kebangkitan Islam Antara Cita-Cita dan Kenyataan
Benih pembaharuan dalam dunia Islam sesungguhnya telah muncul disekitar abad XIII Masehi, suatu masa yang pada saat itu dunia Islam tengah mengalami kemunduran dalam berbagai bidang dengan sangat drastisnya. Di tengah-tengah kemelut yang melanda Bagdad disebabkan karena inovasi yang dilakukan oleh tentara Mongol dibawah komando Holagu Khan, pada saat itu lahirlah kota Harran-Siria seorang bayi yang diberi nama Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim bin Abdus-Salam bin Taimiyyah al-Harran al- Hambaly, yang kelak namanya dikenal dengan singkatan Taqiyuddin ibnu Taimiyah (1263-1328). Kelak setelah Ibnu Taimiyah ini berkembang menjadi seorang yang alim yang sangat peduli terhadap nasib umat Islam, tokoh ini didukung sepenuhnya oleh murid beliau yang bernama Muhammad bin Abu Abdillah Samsudin atau lebih terkenal dengan sebutan Ibnu Qayyim al-Jauziyah (691-751 H).
Kedua tokoh ini dikenal sebagai tokoh yang pertama kali berusaha memurnikan ajaran Islam (Tajdidi fil Islami) dari berbagai keyakinan, sikap dan perbuatan yang akan merusak sendi-sendi Islam, dan merupakan barang yang sangat asing dalam kamus Islam. Kedua tokoh ini ingin mengembalikan pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengamalan Rasulullah SAW dan generasi Salaf, yang meliputi generasi para Sahabat, Tabi’un dan Tabi’ut Tabi’in. Karena kedua ulama ini bertekad akan mengikuti cara-cara pemahaman ulama Salaf, maka gerakan yang mereka pimpin disebut Gerakan Salafiyah.
Adapun ciri-ciri khas aliran as-Salaf yang dikembangkan kedua tokoh di atas, yang kemudian juga akan menjadi ciri khas dari seluruh Gerakan Pembaharuan dalam Islam (Gerakan Reformasi Islam) di seluruh dunia Islam adalah:
a.       Memberi ruang dan peluang ijtihad di dalam berbagai kajian keagamaan yang berkaitan dengan muamalah duniawiyah.
b.      Tidak terikat secara mutlak dengan  pendapat ulama-ulama terdahulu.
c.       Memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum Salaf, seperti kemusyrikan, khurafat, bid’ah, taqlid, dan tawasul. Juga terhadap orang-orang yang mengaku sebagai orang Sufi dan Filosuf yang terang-terangan sudah menyalahi dan menyimpang dari prinsip-prinsip aqidah Islamiyah.
d.      Kembali kepada Al-Qur’an dan As- Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam.

1.      TAQIYUDDIN IBNU TAIMIYAH

a.      Kelahiran dan Pendidikannya
Ibnu Taimiyyah yang lengkapnya Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim bin Abdus-Salam bin Taimiyyah al-Harran al- Hambaly, yang kelak namanya dikenal dengan singkatan Taqiyuddin ibnu Taimiyah lahir pada tanggal 10 Rabiul Awal 661 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 22 januari 1263 Miladiyah di kota Al-Harrann, Siria. Ia lahir kemudian kurang lebih lima tahun kemudian setelah tentara Barbar dan Mongolia, yang oleh Lothrop Stoddard bangsa ini digambarkan sebagai bangsa biadab yang menggetarkan yang pernah dialami dunia. Di bawah pimpinan  jenderal Hulako Khan bangsa Mongol menaklukan kota Bagdad, ibukota pusat kekuasaan dinasti Abbasiyah.
Dalam usianya yang refatif masih sangat muda belia sekitar umur 21 tahun Ibnu Taimiyah telah tumbuh dan berkembang sebagai seorang yang alim, cerdas, mempunyai wawasan dan pengertian yang mendalam tentang agama Islam/ Ibnu Taimiyah seorang cendekiawan muslim yang mampu menangkap getaran-getaran penyakit yang diidapi oleh umat Islam pada umumnya sekaligus dengan penderitaan hidupnya. Berbagai gejala penyimpangan hidup Islam sudah sangat menyolok. Ketauhidan yang menjadi inti ajaran Islam dan yang ditekan-tekankan oleh Rasulullah telah terselubungi oleh berbagai macam khurafat (tahayul), syirik dan faham kesufian yang telah jauh menyimpang dari prinsip ajaran Islam. Kaum muslimin mulai sibuk menghias diri dengan berbagai macam azimat, penangkal penyakit. Mereka sangat menggemari ziarah ke kubur-kubur orang ‘keramat’ bukan dengan maksud untuk ingin mati sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah, melainkan untuk meminta barakah dan syafaat. Mereka puja sebagian orang-orang yang sudah mati sebagai manusia suci dan diyakini dapat menjadi perantara antara dirinya dengan Allah ketika mereka sedang berdoa. Sementara itu pula kaum muslimin sudah acuh tak acuh dan tidak menaruh kepedulian sama sekali tentang nasibnya di dunia ini. Gejala semacam itu menampilkan wajah Islam yang tidak sedap dan menawan. Padahal di dalam Al-Qur’an surat Ali Imran (3):139 Allah menyatakan : “Jangan kalian bersikap lemah dan janganlah (pula) kalian bersedih hati, padahal kalian orang-orang beriman”.
Ibnu Taimiyah digambarkan sebagai pemikir yang paling cemerlang dan konsisten, ahli dalam bidang ilmu hadits, ilmu bahasa, ilmu tafsir, ilmu kalam serta ahli juga dalam bidang filsafat. Dan terlebih lagi dalam bidang hukum Islam ia menempati kedudukan paling puncak yang oleh karena itu ia telah menyandang gelar IMAM MUJTAHID MUTLAK, atau oleh Profesor H.A.R. Gibb disebutkannya sebagai “ .. as profesor of Hanbali Law” (Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, 1976:9).
Kecermelangan pikiran Ibnu Taimiyah tercermin dalam beberapa ratus karya tulisnya, termasuk beberapa hal yang sangat menonjol seperti kitab “Minhajus Sunnah an-Nabawiyah fi naqdil kalam asy-Syi’ah wal Qadariyah (Jalan Sunnah Nabi dalam menyangkal keyakinan kaum Syi’ah dan Qadariyah). Di dalam kitab ini Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang ide-ide politik negara. Kitab kedua yang berjudul “as-Siasah as-Syari’ah ( Sistem Politik Syari’ah) merupakan karya yang sangat eksklusif mengenai pemikiran politik yang lebih rinci yang di dalamnya memuat juga fungsi-fungsi dari organisasi negara.
Sedangkan karyanya yang ketiga adalah kitab ‘al-Hisbah fil Islam’ yang di dalamnya menguraikan penggunaan prinsip menyerukan kebajikan mencegah kejahatan, terutama sekali dalam hubungannya dengan administrasi negara. Karya-karyanya yang lain diantaranya ‘al-Fatawa, ‘at-Tawashul wal Washilah’,’majmu’atur Rasail Kubra’, al-Qiyas fi- Syari’il Islamy’, ‘al-Iqtidaus Shiratil Mustaqim’ dan lain-lainnya.
Sikap dan pendirian Ibnu Taimiyah yang sangat gigih berprinsip pada ajaran tauhid yang bersih dan murni, jauh dari berbagai ragam syirik, khurafat dan bid’ah dan disampaikan secara terus terang dan lugas kepada siapa pun juga seringkali pihak-pihak lain, terutama para penguasa merasa tersinggung.
Sebagai akibat lebih jauh dengan menggunakan kekuasaannya penguasa menangkap dan memenjarakan Ibnu Taimiyah. Penjara bagi Ibnu Taimiyah merupakan salah satu tempat yang paling sering dihuni. Sekalipun demikian bukan berarti dengan dipenjarakan tubuh Ibnu Taimiyah, ikut terpenjara juga rohaninya. Dengan semangat yang tetap berkobar-kobar, ia berdua dengan saudaranya selalu terlibat dalam diskusi dengan topik-topik yang sangat luas. Komentar dan fatwanya selalu dicatat oleh saudaranya, sementara gagasan-gagasan atau ide-idenya ia tulis dengan teliti. Dengan serta merta semua alat tulis menulis yang selama ini disediakan untuk Ibnu Taimiyah disita dan untuk selanjutnya beliau dilarang untuk menulis. Hal ini dirasakan olehnya sebagai siksaan yang tak terperikan pedihnya yang mengakibatkan Ibnu Taimiyah jatuh sakit yang sangat parah dan tak ada obat penyembuhnya. Dua puluh hari kemudian , ulama besar yang berjuang dengan lisan, dengan mata pena dan mata pedangnya yang ketiga-tiganya itu sangat tajam itu berpulang ke rahmatullah, meninggalkan dunia yang fana ini dengan penjara yang sangat sempit, tersungkur diatas sajadah shalatnya setelah beliau membaca sepotong ayat Al-Qur’an al-Qamar (54):54 : Inna:al al-muttaqi:na fi: jamma:tin wa an-naha:rin ( sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai) pada tanggal 20 Dzulqaidah 728 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 26/27 September 1328 Miladiyah.
Profesor H.A.R. Gibb dalam bukunya “The Shorter Encyclopedia of Islam” menggambarkan saat penguburan Ibnu Taimiyah, dimana sebanyak 300.000 pria dan 150.000 wanita telah turut menghantarkan jenazahnya ke taman peristirahatannya yang terakhir. Sedang Ibnu Wardy, seorang ulama yang terkemuka di Siria telah mengucapkan kata-kata perpisahannya di atas pusara di tengah-tengah lautan ta’ziyin dengan mengenangkan jasa-jasa beliau selaku pelopor yang dengan kesungguhan dan keberaniannya mengajak umat Islam untuk kembali kepada ajaran Al Qur’an dan As-Sunnah.

b.      Pokok-pokok Ajaran Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah yang dikenal sebagai tokoh yang berhak menyandang gelar sebagai ‘mujtahid’ dalam berbagai tulisan ataupun dalam kuliah-kuliahnya dengan lantang menyeru dan mengajak umat Islam di seluruh dunia Islam untuk kembali berpegang teguh pada ajaran Al-Qur’an Karim dan As-Sunnah as- Syarif dengan murni dan penuh tanggungjawab dalam menata seluruh aspek kehidupannya, baik untuk orang seorang, berkeluarga, bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara.
Dan bersamaan dengan seruannya tersebut ia mengajak umat Islam untuk membuang jauh-jauh berbagai praktek yang asing dan aneh dalam ajaran Islam semacam perbuatan Syirik atau menyekutukan Tuhan, bid’ah khurafat (tahayul),taqlid, tawashul dan sebangsanya.
Sebenarnya ajaran Ibnu Taimiyah yang paling pokok adalah dalam rangka mensucikan iktikad ( akidah, keyakinan) umat Islam agar betul-betul seujung rambut pun tidak berubah dan tidak menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.

2.      MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

a.      Riwayat Hidup Sang Pendiri
Muhammad Bin Abdul Wahab (1703-1787) Pendiri Gerakan Muwahidin adalah seorang ulama besar, yang dilahirkan di Uyainah, yaitu sebuah dusun di Najed, bagian Timur dari negara Saudi Arabia.Ia dibesarkan dalam lingkungan kehidupan beragama yang ketat dibawah pengaruh madzhab Hanbali, yaitu  madzhab yang memperkenalkan dirinya sebagai aliran Salafiyah.
Mula-mula ia belajar agama di lingkungan keluarganya sendiri, kemudian dilanjutkan belajar kepada beberapa ulama di kota Madinah. Selanjutnya ia berkelana untuk menimba ilmu ke berbagai kota, dari Basrah, Baghdad, Kurdistan, Hamazan, Isfahan, Qumm dan Kairo. Setelah sekian puluh tahun berkelana di berbagai kota, akhirnya pulang kembali ke daerah asalnya, dengan satu tekad bulat yaitu mengabdikan diri sepenuhnya untuk mengajarkan agama Islam sebagaimana yang difahaminya.
Gerakan Muhammad bin Abdul Wahab dalam menyampaikan ajaran Islam dilakukan dengan cara yang lugas, keras dan tidak mengenal kompromo sama sekali, terlebih lagi kalau sudah menyangkut tauhid serta berbagai penyakit iman yang sangat berbahaya, seperti syirik, khurafat, bid’ah, dan tawashul. Sikapnya yang seperti ini akhirnya banyak menimbulkan rasa tidak senang dari pihak-pihak tertentu khususnya para penguasa setempat, hingga pada puncaknya ia dengan keluarganya diusir dari negerinya sendiri. Dengan serta-merta mereka terpaksa meninggalkan daaerah kelahirannya dengan pindah ke Dar’iyah sebuah wilayah tempat tinggal Muhammad bin Su’ud (pendiri wangsa Su’udiyah) yang beberapa waktu sebelumnya telah mengikuti faham dan ajaran-ajarannya, nahkan akhirnya menjadi sahabat karib sekaligus menjadi pelindungnya.
Gerakan yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini oleh pendirinya sendiri dinamakan Gerakan Muwahidin, yaitu suatu gerakan yang bertujuan untuk mensucikan dan meng-Esa-kan Allah dengan semurni-murninya, yang mudah dan gampang dipahami dan diamalkan persis seperti Islam pada masa permulaan sejarahnya. “It was puritanical, vigorous, simple. It’s massage was straight forward: return to classical Islam”. Demikian digambarkan oleh Wilfred Cantwell Smith. Sedangkan Ali Merat melukiskan tujuan Gerakan Muwahidin sebagai berikut “Which aimed restoring Islamic morality and piety to its original purity and developing a sort of idealization of the primeval Moslem city, that of the Pious Forefathers (al-Salaf)”. Jelaslah bahwa dakwah yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab bertujuan hanya bertujuan untuk mengembalikan Islam sebagai addien yang murni, yang gampang dimengerti dan diamalkan seperti terbukti pada masa permulaan Islam.
Ajaran tauhid yang digerakkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab disampaikan secara ketat sekali, yang oleh karenanya terhadap berbagai macam kemusyrikan dan khurafat yang justru akan merusak kemurniannya tauhid diperanginya dengan keras pula. Di seputar kota Madinah dan Mekah ada beberapa tempat yang oleh sebagian umat Islam dianggap sebagai tempat yang mubarakah yang oleh karenanya pula dapat dijadikan tempat untuk memohon barakah. Tempat-tempat itu antara lain makam Nabi Muhammad SAW beserta Abu Bakar dan Umar bin Khatab di dalam masjid Nabawi (Madinah) kuburan sahabat Hamzah dan para syuhada’ lainnya di perbukitanUhud, di maqam (tempat beranjak) Nabi Ibrahim As di dekat Ka’bah, Kain Kiswah penutup Ka’bah, sumur zamzam dan sebagainya. Untuk mencegah mereka yang mencoba mendekat-dekati tempat tersebut oleh Raja Ibnu Su’ud selaku pendukung setia gerakan Muwahidin ditempatkan beberapa asykar (tentara). Sikap seperti ini sudah barang tentu mengundang sikap reaktif, terutama mereka yang meyakini bahwa tempat-tempat tersebut dapat dijadikan untuk meminta barokah. Mereka menunjukkan sikap yang tidak senang, atau bahkan sikap benci dan marah. Dan untuk melampiaskan kebencian dan kemarahannya tersebut mereka menamakan Gerakan yang dipimpin Muhammad Bin Abdul Wahab ini dengan nama “Gerakan Wahabi”, suatu nama ejekan atau olok-olokan yang dilontarkan oleh lawan-lawan pahamnya. Mereka mencoba menjatuhkan martabat dari Gerakan Mawahidin ini dengan menghubungkan nama pendirinya. Dan anehnya kini justru nama Wahabi lebih populer dan tetap terpatri dalam setiap pembahasan sejarah gerakan pembaharuan dunia Islam.
Kembali kepada AL-Qur’an dan as-Sunnah merupakan semboyang induk bagi semua gerakan pembaharuan dalam dunia Islam, yang pada hakikatnya merupakan upaya menghidupkan kembali pesan terakhir Rasulullah SAW seperti yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Abbas ra sebagai berikut:
“ Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kalian semua dua perkara, apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnahnya (al-Hadits)”.
Menurut Muhammad Bin Abdul Wahab yang dimaksudkan dengan kembali kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah adalah kembali menghayati dan mengamalkan secara nyata dan sungguh-sungguh terhadap semua perintah-Nya. Sedangkan makna kembali pada Sunnah Rasul tidak lain adalah kembali menggali semangat dan jiwa Sunnah Rasul guna dijadikan pedoman operasional terhadap sikap dan kegiatan hidup setiap muslim.
b.      Pokok-pokok Ajarannya
Gerakan Wahabi adalah suatu gerakan pemurnian Islam yang pertama kali berdiri dalam rangka menyambut seruan dan ajakan Imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah.
Satu hal yang tidak kalah pentingnya, yang dijadikan tema pokok pembahasan dan perjuangannya adalah hal ihwal yang bersangkut-paut dengan masalah tauhid. Ia berusaha untuk memurnikan iman dari berbagai macam kemusyrikan, seperti menziarahi kubur Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang dianggap keramat dengan tata cara yang tak berbeda dengan penyembahan.
Hal-hal yang berkisar di seputar masalah memurnikan tauhid inilah yang sangat ditekankan, antara lain:
1.         Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah satu, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh
2.         Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk golongan musyrikin
3.         Termasuk perbuatan musyrik memberikan pengantar dalam shalat terhadap nama Nabi-nabi atau wali atau Malaikat (seperti sayidina Muhammad)
4.         Termasuk kufur memberikan suatu ilmu tidak didasarkan atas Qur’an dan Sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran semata-mata.
5.         Termasuk kufur dan ilhad juga mengingkari “Qadar” dalam semua perbuatan dan penafsiran Qur’an dengan jalan ta’wil.
6.         Dilarang memakai buah tasbih dalam mengucapkan nama Tuhan dan do’a-do’a (wirid) cukup menghitung dengan keratan jari.
7.         Sumber syariat Islam dalam soal halal dan haram hanya Qur’an semata-mata dan sumber lain sesudahnya ialah sunnah Rasul. Perkataan ulama mutakallimin dan fuqaha tentang haram dan halal tidak menjadi pegangan, selama tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.
8.         Pintu Ijtihad tetap terbuka dan siapa pin juga boleh melakukan Ijtihad, asal sudah memenuhi syarat-syaratnya.
Sifat gerakan Wahabi yang keras, lugas dan sederhana benar-benar merupakan tenaga yang sanggup menggoncangkan dan membangkitkan kembali kesadaran kaum muslimin yang sedang lelap tidur dalam alam kegelapan. Bersama dengan Ibnu Su’ud, pendiri dinasti Su’udiyah (Saudi Arabia) mereka berdua berjuang dengan sikap pantang menyerah demi mewujudkan cita-cita dan pemikirannya. Ajaran-ajaran Muhammad Bin Abdul Wahab telah banyak mengilhami Ibnu Su’ud dalam menjalankan roda pemerintahannya yang semakin hari semakin bertambah luas, yang dikenal dengan kerajaan Saudi Arabia (al- Mamlakah al- Arabiyah as Su’udiyah). Sistem ajaran Muhammad Bin Abdul Wahab yang hanya menekankan pada pengamalan agama persis seperti yang dituntutkan oleh Nabi Muhammad SAW tanpa tambahan yang aneh-aneh dan asing seperti di atas sering disebut juga dengan sebutan “ Muhammadiyah”.

GERAKAN SALAFIYAH
Gerakan Salafiyah lahir di Mesir pada sekitar abad XIX, dan dipelopori oleh tiga pendekar pemikir dalam Islam yang namanya sangat harum di tengah masyarakat dunia Islam sampai ini. Ketiga tokoh tersebut adalah:
a.       Sayid Jamaluddin al-Afghany (1838-1897)
b.      Syekh Muhammad Abduh (1849-1905)
c.       Rasyid Ridla (1856-1935)
Gerakan Islam yang muncul di Mesir dengan ketiga tokohnya seperti di atas menamakan gerakannya dengan nama gerakan Salafiyah, suatu penamaan yang pada hakikatnya meneruskan dan melestarikan gerakan yang dikobarkan oleh Ibnu Taimiyah beberapa abad sebelumnya. Ibnu Taimiyah menamakan gerakan pemikiran/ide yang didengungkannya dengan nama “Muhyi atsaris Salaf”, yaitu membangkitakan kembali ajaran-ajaran lama, ditonjolkannya ajaran Ibnu Hambal yang senantiasa gemar mempraktekkan ijtihad dan sangat anti kemusyrikan serta bid’ah, pedoman satu-satunya yang dipakai adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan gerakan Salaf yaitu gerakan yang berusaha untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam sebagaimana cara-cara pemahaman dan pengamalan Islam yang dilakukan oleh para ulama Salaf.
Gerakan Salafiyah termasuk mata rantai kedua setelah gerakan Muwahidin atau yang lebih terkenal dengan gerakan Wahabi. Keduanya berusaha mengadakan pembaharuan cara berpikir dan berjuang demi tegaknya kembali kejayaan Islam serta kemuliaan umat Islam dengan jalamn kembali kepada Al-Qur’an dan as- Sunnah dengan semurni-murninya. Justru oleh karena itu semboyan yang mereka dengungkan sama dengan semboyan yang pernah dicanangkan oleh Ibnu Taimiyah, yaitu kembali kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah secara murni dan penuh tanggung jawab, membersihkan berbagai macam penyakit yang dapat mengaburkan kebagusan Islam (mahasinul Islam), seperti taqlid, bid’ah. Khurafat dan syirik dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta mendorong semangat untuk berijtihad.

a.      Teori Perjuangan Gerakan Salafiyah
Dalam memancangkan tujuan perjuangan yang dicita-citakan, ketiga tokoh gerakan ini telah sepakat bulat, yaitu memperjuangkan tegaknya agama Islam. Namun dalam perkembangan lebih jauh ketika mereka membicarakan dan menegaskan bagaimanakah cara-cara yang harus ditempuh guna mewujudkan gagasan tersebut, ternyata Jamaluddin al-Afghany di satu pihak, dan Rasyid Ridla  serta Muhammad Abduh di lain pihak berbeda pandangan.
Jamaluddin al-Afghany berpendapat bahwa langkah yang pertama kali harus ditempuh oleh umat Islam ialah jihad, berjuang dengan segala resiko dan pengorbanannya, dengan menggunakan cara apapun yang dibenarkan oleh ajaran Islam.
Berbeda dengan teori perjuangannya Jamaluddin al-Afghany, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla berpendirian bahwa langkah pertama kali yang harus ditempuh umat Islam disamping merebut kekuasaan politik kenegaraan merupakan sesuatu yang mutlak harus ditempuh adalah memperbaharui lembaga-lembaga pendidikan sebagai sumber tempat digodognya para calon mujtahid, mujaddid dan mujahid Islam yang tangguh dan militan, yang siap mengorbankan apapun yang ada pada dirinya demi kejayaan Islam.
Menurut Muhammad Abduh sepak tejang orang-orang yang bergerak dalam dunia politik pada umumnya cenderung menggunakan prinsip Machiavellis dimana dalam upaya untuk mencapai tujuannya mereka tidak lagi mengindahkan norma-norma etika agama. Dengan lantangnya mereka mengumandangkan semboyan “Tujuan menghalalkan semua jalan”. Meskipun perilaku politik seperti ini Abduh sama sekali tidak menyetujui, dan dengan lantang ia menyatakan ‘La’natullahi ‘ala assyiasah’, laknat Allah terhadap politik. Namun demikian bukan berarti Abduh menjadi orang yang alergi terhadap dunia politik. Menurutnya perjuangan bidang politik akan diberkati dan diridlai Allah selama dalam menjalankannya senantiasa berpijak pada norma-norma Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Al-Qur’an maupun yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW.
1.      SAYED JAMALUDIN AL- AFGHANY

a.      Riwayat Hidup dan Pendidikannya
Sayid Jamaludin Al- Afghany dilahirkan tahun 1939 di As’ad Abad, Afganistan. Ia berkebangsaan Afganistan, justru karena itu di belakang namanya dicantumkan nisbah negeri tumpah darahnya “Al Afgany”. Sementara gelar Sayid menunjukkan bahwa pada dirinya mengalir darah bangsawan yang bermuara pada Fatimah binti Muhammad SAW dan Ali Bin Abi Thalib

b.      Pemikiran Jamaludin Al- Afghany
1.         Dalam bidang filsafat
Jamaludin Al- Afghany adalah tokoh muslim pertama kali yang memperingatkan kepada dunia Islam khususnya akan bahaya faham Materialisme. Peringatan ini ditulis dalam sebuah buku karangannya yang berjudul “Al- Raddu’ala al- Dahriyyin” atau penolakan terhadap faham Materialisme.
Sayid Jamaludin Al- Afghany termasuk tokoh yang  mengagungkan akal pikiran. Akal menjadi dasar pokok bagi kehidupan orang Islam sebab hilangnya agama bagai orang kehilangan akal. Justru karena itu ia termasuk pendukung pendapat golongan yang membebaskan diri dari faham takdir yang berkonotasi di al- jabr yang di dalam terminologi modern akhirnya dikenal dengan istilah fatalisme, yaitu suatu faham yang percaya pada suatu takdir dengan mengesampingkan kekuatan akal untuk menghindarkan diri dari setiap marabahaya.
Jamaludin Al- Afghany menegaskan bahwa yang dikatakan ‘al-qadla ‘wal qadar’ sesungguhnya semakna dengan istilah predestination yaitu suatu kepercayaan yang menguatkan akal pikiran untuk mengambil keputusan. Dengan kepercayaan seperti itu seorang muslim akan meningkatkan energi moralnya dan mendorongnya untuk bertawakal dan bersabar dalam usaha mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain Jamaludin Al- Afghany mempunyai faham bahwa memang benar bahwa setiap manusia atau bangsa ada di dalam kekuasaan dan takdir Allah, namun kepercayaan tersebut tidak berakibat menimbulkan sikap apatis dan fatalis, bahwa justru akan membina sikap tawakal sepenuhnya kepada kekuatan Allah dan mendorong dirinya semakin giat untuk berjuang dan berikhtiar.

2.      Dalam bidang kebudayaan
Dalam upaya membangun ilmu pengetahuan, peradaban dan kebudayaan Islam, Jamaludin Al- Afghany sangat menganjurkan agar umat Islam berjuang dengan sekeras-kerasnya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang telah dilakukan oleh negara-negara Barat.
Dalam membangun kebudayaan dan peradaban Islam Jamaludin Al- Afghany juga menyinggung masalah pengembangan bahasa sebagai salah satu unsur terpokok dalam suatu kebudayaan. Ia menegaskan bahwa suatu bangsa yang tidak menggunakan bahasanya sendiri, mereka tidak mungkin dapat mengembangkan perasaan yang baik dalam masyarakat.

3.      Dalam bidang politik
Dalam membangun bidang politik dunia Islam yang dikerjakan oleh Jamaludin Al- Afghany dijelaskan bahwa seluruh dunia Islam harus bersatu dalam persekutuan pertahanan yang kokoh untuk mempertahankan diri dari keruntuhan. Dan untuk mencapai tujuan itu haruslaah dimiliki teknik kemajuan Barat dan mempelajari rahasia kekuasaan Eropa.
Jamaludin Al- Afghany dimanapun juga senantiasa mengobarkan semangat solidaritaas antara negara-negara Islam sesuai dengan Jiwa Pan Islamisme untuk membina kekuatan mengimbangi pengaruh Barat. Diajarkannya tauhid yang mutlak hanya mengakui kekuasaan Allah. Dianjurkannya persatuan dan mengesampingkan pertentangan madzhab, dipropagandakan hak-hak asasi rakyat dan demokrasi yang harus berlaku di semua negara Islam.

4.      Bidang Tasawuf
Jamaludin Al- Afghany termasuk orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk senantiasa dapat melakukan ‘tazkiyatun- nafsi’  atau mensucikan pribadi, antara lain dimana dan kapanpun juga selalu menyebut Asma Allah (dzikrullahi) dengan menghitung-hitung biji tasbihnya yang tidak pernah lepas dari jari-jemarinya sekalipun ia tengah menghadap dan berbincang-bincang dengan seorang saja.

2.      SYEKH MUHAMMAH ABDUH
a.      Riwayat Hidup dan Pendidikannya
Syekh Muhammah Abduh lahir pada tahun 1849 di Gharbiyah Mesir. Pada usia 13 tahun ia telah hafal Al-Qur’an. Syekh Muhammah Abduh menamatkan pendidikan tingginya di Universitas Al-Azhar pada tahun 1876 dengan mendapat ijazah Alimiyyah.
b.      Pemikiran Muhammad Abduh
1.         Bidang Ijtihad dan Taqlid
Sebab-sebab yang membawa kemunduran umat Islam dalam Alam Islam adalah dikarenakan adanya kejumudan atau kebekuan berfikir dikalangan umat Islam yaitu kebekuan dalam memahami ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Muhammad Abduh dengan tepat sekali menggambarkan kondisi Islam yang dipeluk oleh umat zaman itu dengan ungkapan “Al-Islam mahjubun bin muslimmin” artinya (kebenaran, kesempurnaan dan keindahan)  Islam itu tertutup oleh (perilaku) orang Islam sendiri.
Syekh Muhammad Abduh sangat menekankan arti pentingnya ijtihad. Ajaran Islam telah menegaskan bahwa Islam diturunkan kepada umat manusia tidak lain kecuali untuk menyebarluaskan rahmat Allah keseluruh alam semesta. Penegasan seperti ini memberikan  pengertian bahwa umat agama Islam adalah sebagai pengayom bagi hidup dan kehidupan umat manusia sepanjang zaman, di mana dan kapanpun juga.
2.      Bidang Pendidikan
Muhammad Abduh memasuki universitas Al-Azhar , maka tanpa menunggu terlalu lama beliau melakukan berbagai pembaharuan terhadap perguruan Islam yang tertua ini , baik yang menyangkut bidang administrasi , bidang kurikulum , maupun bidang peningkatan mutu kuliah . tegasnya pembaharuan Abduh tidak terbatas dalam masalah yang berhubungan langsung dengan pendidikan saja. Bahkan prasarana untuk mencapai ke arah itu juga disempurnakan. Berbagai macam ilmu pengetahuan yang selama ini dianak tirikan seperti ilmu hisab, aljabar, geografi, filsafat, dan sebagainya dimasukkan ke dalam kurikulum Al-Azhar.


3.      SAYYED RASYID RIDLA
Tokoh ini dilahirkan di sebuah desa di Libanon. Ia adalah salah satu murid Muhammad Abduh yang paling disayangi dan paling dekat dengan beliau.
Adapun pokok-pokok pemikirannya dalam pembaharuan Islam dapat dikatakan sama dengan pemikiran Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Akan tetapi di samping itu ia pun dikenal pula sebagai seorang politikus yang sangat cermat.
Pokok -pokok pikiran pembaharuan Rasyid Ridla adalah sebagai berikut :
·         Paham umat Islam tentang agamanya serta tingkah laku mereka banyak yang telah menyeleweng dari ajaran Islam yang suci murni. Untuk itu Islam harus dibimbing kembali ke jalan Islam yang sebenarnya yang bersih , dari segala macam bentuk bit’ah, khurofat, serta syirik.
·         Agar segala terwujud kesatuan dan persatuan umat Islam janganlah di dasarkan pada kesatuan bahasa atau bangsa , tetapi atas dasar kesatuan iman dan Islam. Di samping itu, dianjurkan kepada umat Islam agar dijaga kerukunan umat islam atas dasar penuh toleransi atau tenggang rasa sekalipun madzhab mereka berbeda – beda.
·         Kaum wanita harus diikutsertakan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.
·         Sebagian paham dan ajaran kaum sufi dianggapnya memperlemah agama Islam karena mereka melalaikan tugas kewajibannya di atas dunia. Mereka menanmkan paham yang pasif, pasrah kepada keadaan, tanpa berusaha dan berikhtiar. Padahal yang benar ialah bahwa ajaran Islam adalah agama yang penuh dinamika dan optimisme, yang mendorong umatnya agar  aktif mengolah bumi untuk mendapatkan kenikmatan Allah dan mensyukurinya.


4.      SYAIKH HASAN AL-BANA
Memasuki abad XX , tepatnya pada tahun 1928 di Mesir muncul suatu gerakan Islam yang sangat terkenal sampaihari ini, yang dinamakan ‘Ikhwanul Muslimin’ gerakan ini didirikan oleh Syaikh Hasan Al-Bana (1908-1949) yang lahir pada tahun 1906 di provinsi Gharbiyah Mesir. Ia dibekali otak cemerlang, ia telah hafal Al-Quran ketika berumur 14 tahun dan pada usia 16 tahun ia telah menjadi mahasiswa di universitan darul ulum.
Ciri dari gerakan Ikhwanul Muslimin , sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Hasan Al-Bana adalah jauh dari sumber pertentangan, jauh dari pengaruh riya’ dan kesombonngan, menaruh perhatian terhadap kaderisasi, bertahapo dan dalam langkah , lebih mengutamakan aspek alamiah produktif daripada propaganda dan memberi perhatian sangat serius pada dunia pemuda.
Dakwah yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin berkarakter Rabbaniyah-yang menyeru manusia untuk menjauhi , menentang, melawan tirani materialisme , dan kembali beriman kepada Allah dan selalu merasa dalam pengawasanNya. Dakwah Ikhwan juga memiliki karakter Insaniyah , yang mengajak kepada persaudaraan diantara sesama manusia dan berusaha membahagiakan manusia. Sementara masalah ideologi , Ikhwanul Muslimin banyak mengadopsi dakwah Salafiyah untuk dijadikan sebagai gerakan dakwahnya.
Dakwah Ikhwan banyak dipengaruhi oleh Syekh Abdul Wahab , Sanusiyah , dan Rasyid Ridla yang semuanya merupakan kelanjutan dari Madrasah Ibnu Taimiyah. Ikhwanul Muslimin menjadikan tasawuf sebagi sarana pendidikan dan peningkatan jiwa seperti yang pernah dilakukan para ahli tasawuf terdahulu yang akidahnya benar dan jauh dari segala bentukl bit’ah, khurofat, menghinakan diri dan jauh dari sifat negatif.
Semula gerakan ini bergerak di tengah – tengah kaum pinggiran , seperti petani miskin dan para pekerja dengan cara membentuk kelompok – kelompok kecil yang dinamakan “Kelompok Ikhwan”. Kelompok ini siap melakukan sesuatu yang berfaedah , seperti mendirikan masjid , sekolah untuk pengajaran Al-Quran atau bengkel.
Pada tahun 1941 gerakan Ikhwanul Muslimin diperluas meliputi bidang politik, perkumpulan olahraga, himpunan untuk memajukan ilmu dan pendidikan , bidang ekonomi dan sosial. Pada tanggal 18 Desember 1948 gerakan Ikhwanul Muslimin dibubarkan, dan segala hak miliknya disita oleh negara. Pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan Al-Bana , pendiri gerakan ini mati tertembak secara misterius.
Gerakan Ikhwan banyak melanjutkan tokoh pemikir Islam antara lain Sayid Qutub , Yusuf Qardhawi,Said Hawwa , Muhammad al-Ghazali, Muhammad Mahmud Syawaf, Musthafa as-Siba’i, Musthafa Masyur, Abdul Lathif Abu Qurrah, Abdullah Azzam dan lain-lain. Dari deretan kader Ikhwan seperti di atas nama Sayid Qutub tercatat sebagai tokoh yang cukup legendaris.
GERAKAN REFORMASI ISLAM DI INDIA/ PAKISTAN
Terdapat lima tokoh pelopor dalam gerakan pembaruan Islam di India dan Pakkistan. Antar lain yaitu Syah Waliyullah, Sir Sayyid Ahmad Kahn, Sayyid Amir Ali, Muhammad Iqbal, dan Muhammad Ali Jinnah. Adapun uraian tiap-tiap tokoh sebagai berikut.
a.      Syah Waliyullah
Di masa suram kekuasaan Islam dari dinasti Mughal, lahirlah tokoh dan pemikir besar bangsa India yaitu Syah Waliyullah. Dari beliau inilah pertama kali terpancar pikiran baru dalam usaha membangun kembali kejayaan Islam. Usaha-usahanya meliputi bidang politik,sosial, dan intelektual. Dema yang menggemuruh dari seruan tokoh ini nantinya disambut para pembaru Islam di India yang datang kemudian.


b.      Sir Sayid Ahmad Kahn
Sir Sayid Ahmad Kahn dilahirkan di Delhi dan meninggal tahun 1989 M. Beliau mendirikan lembaga Mohammedan Anglo Oriental College (MCO) yang berpusat di Aligarh. Oleh karena itu gerakan yang dipeloporinya terkenal dengan Gerakan Aligarh.
c.       Sayyid Amir Ali
Sayyid Amir Ali lahir di dekat Kalkuta Inida tahun 1849 M dan meninggal 1928 M. Beliau masih keturunan ali bin Abi Thalib. Pendapatnya mengenai pembaruan Islam yaitu bahwa Islam adalah agama yang membawa pada kemajuan, bukan mengaak pada kemunduran.
d.      Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot daerah Punjab tahun 1876 M, dan meninggal dunia tahun 1938 M. Beliau berulang meneriakkan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah yang menurut keyakinannya akan mendinamisasikan pergerakan Islam dan menjamin kemenangannya. Beliau pula yang mencita-citakan negara bagi umat Islam India, yang terwujud dengan berdirinya negara Pakistan. Negara ini mendasarkan Islam sebagai sumber dari segala hukum dan perundang-undangan.
e.       Muhammad Ali Jinnah
Muhammad Ali Jinnah lahir di Karachi tahun 1876 M, dan meninggal tahun 1948 M, setahun lebih sebulan setelah berdirinya negara Pakistan. Beliau tidak banyak mengeluarkan gagasan, tetapi lebih banyak berbuat dan berjuang melaksanakan cita-cita pendahulunya. Perjuanagannya menghasilkan negara dan masyarakat modern yang dibangun berdasar agama Islam. Terciptalah negara modern Pakistan yang berdasarkan Islam. Beliau mendapat gelar kehormatan sebagai Qaid- a’dlam atau pemimpin besar.  
 

Realisasi Kebangkitan Islam antara Cita-cita dan Kenyataan
Hal yang wajar tentunya, karena bertahun-tahun Islam dan kaum muslimin di negeri ini terpuruk dalam penderitaan; tertekan secara politis dan ekonomis. Dalam hal aspirasi saja,  umat Islam di masa rezim orde lama dan orde baru harus menerima kenyataan pahit. Bahkan acap kali diberi “label” kaum fundamentalis. Tapi dengan munculnya aroma kebangkitan ini setidaknya mampu mengobati kerinduan umat tentang kejayaan Islam. Sehingga semangat menggapai kemuliaan itu merebak di mana-mana.
Namun di tengah euforia kebangkitan Islam ini, ternyata kita harus mengakui, bahwa masih banyak kendala dan kekurangan di sana-sini—sehingga terkesan ‘kering’. Itu sebabnya, cita-cita luhur tersebut harus berhadapan dengan kenyataan bahwa sampai detik ini, kebangkitan yang diharapkan tak kunjung tiba. Masih banyak kendala menghadang yang harus disingkirkan untuk memberi jalan bagi kebangkitan Islam yang hakiki. Sangat boleh jadi kebangkitan yang kita cita-citakan seperti membentur tembok yang tebal, sehingga menyulitkan gerak langkah kita. Rintangan tersebut, selain gencar dibuat oleh musuh-musuh Islam, juga tak menutup kemungkinan bila rintangan itu justru kita ciptakan sendiri.
Fenomena kebangkitan yang salah arah ini ikut menenggelamkan kaum muslimin ke dasar penderitaan yang makin dalam. Tidak berlebihan tentunya bila kita mengatakan bahwa kebangkitan Islam dan kaum muslimin ini masih jauh panggang dari api. Harapan tak sesuai dengan kenyataan. Dalam keadaan seperti ini, bukan tak mungkin musuh-musuh Islam akan memanfaatkan momen ini untuk menusuk kaum muslimin. Mohammed Arkoun (Rethinking Islam, 1994), pemikir Islam asal Aljazair, telah memanfaatkan kebingungan umat Islam ini. Ia mengatakan bahwa agar nilai-nilai Islam bisa hadir seperti yang diharapkan, maka ajaran-ajaran dan karya-karya intelektual agama yang dihasilkan dari upaya mitologisasi dan ideologisasi–yang karenanya menjadi bersifat statistik dan fragmentaris tadi–harus ditolak dan diserang secara kreatif.
Berikut ini adalah peringkat-peringkat kebangkitan yang perlu diwujudkan, antara lain:
1.      Kebangkitan Pemikiran
Terpengaruh dengan pemikiran lain secara mutlak ialah karena adanya seruan terkuat yang mengatakan bahwa tidak cara lain untuk memajukan umat Islam selain daripada mencedok acuan pemikiran tamadun Barat dari segala aspek.
2.      Peringkat pemikiran justifikasi
Justifikasi ialah suatu alasan yang kuat untuk menjadikan sesuatu perkara wajar dilakukan. Perkara ini bermaksud umat Islam hanya mengambil sesuatu perkara berkenaan syariat Islam berkaitan perkara yang ingin dilaksanakan atau dianggap memberi kebaikan sahaja dan menolak sebahagian syariat Islam yang lain. Mereka mengambil perkara daripada Barat kemudian menjadi Islam sebagai pakaian mereka sahaja.
Sebagai contoh, amalan riba hukumnya haram dalam Islam tetapi mereka melaksanakan dan beralasan bahwa amalan riba yang diharamkan Islam adalah amalan riba pada zaman jahiliyyah dan bukannya amalan riba pada zaman ini.
Kebangkitan Amalan dan Akhlak merupakan kebangkitan Islam dari segi pelaksanaan dan akhlak.  Contohnya, masjid pada masa dahulu hanya dipenuhi oleh golongan tua yang sudah dimamah usia tetapi kini situasi berubah apabila pemuda sudah mula memenuhi masjid. Golongan pemuda sudah mula menunaikan haji dan umrah, suatu amalan yang kebiasaannya dilakukan oleh golongan tua. Kebangkitan ini bermakna anak-anak Islam sudah mulai kembali kepada Islam.
3.      Kebangkitan Wanita Muslimah
Berlakunya perubahan pada wanita muslimah. Berhijab (bertudung) pada masa lalu kurang diamalkan bahwa suatu amalan  pelik bagi muslimah akan tetapi golongan muslimah kini sudah mulai berhijab berbagai jenis fashion terkini. Ada yang memakainya karena kesadaran tuntutan agama dan hanya ikutan semasa sahaja.





BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam masa Sejarah Islam terdapat 2 masa penting yang telah dialami yaitu masa kejayaan dan kemunduran. Kejayaan Islam ini merupakan hasil perjuangan yang tidak mengenal lelah, baik yang dirintisi dan dipelopori oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya, diteruskan pada zaman Khulafarur Rasyidin, dinasti Umaiyah, dinasti Abasiyah, dinasti Umaiyah Andalusia maupun dinasti Fathimiyah. Berikut ini adalah inti sari dari kemajuan dan kemunduran sejarah Islam. Kekhalifahan Umaiyah telah melakukan pergantian pemimpin beberapa kali dalam satu masa, dan mengalami kemajuan dan kemunduran. Dalam masa kepemimpinan Muawiyah telah mampu memperluas kekuasaan wilayah. Tetapi dalam waktu yang tidak terlalu lama muncullah gejala terjadinya proses akulturasi sosio budaya yang sangat kaya raya, berupa terjadinya proses pencampuran antara budaya Islam Arab dengan berbagai budaya daerah lain.
Kekuasaan dinasti ‘Abbasiyah berpusat di Bagdad sebagai pusat kekhalifahan. Pada masa ini mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Selain itu juga terdapat pengembangan di bidang ekonomi yang mungkin didominasi oleh perdagangan barang-barang mewah.
Dinasti Umaiyah di Spanyol mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, peradaban dan kebudayaan.
Pada Dinasti Fatimiyah mampu membangun kota Kairo yang ditandai suatu monumen yang teramat masyhur yaitu Universita Al-Azhar. Selain itu juga mengembangkan ilmu pengetahuan lewat berbagai macam buku ilmu pengetahaun. Di samping itu juga memperoleh kekuasaan politik dan ekonomi dengan cepat, mereka memperoleh kemajuan baik dalam bidang kesenian maupun dalam bidang ilmu pengetahuan.
Selanjutnya masa kemajuan dunia Islam hanya berjalan beberapa abad lamanya. Berbagai macam krisis yang sangat kompleks telah menerpa dunia Islam, diantaranya: Krisis dalam bidang sosial politik, Krisis dalam bidang keagamaan, Krisis dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Setelah dunia Islam mengalami kemunduran dalam berbagai bidang dengan sangat drastisnya, maka benih pembaharuan dalam dunia Islam.





DAFTAR PUSTAKA

Hadikusumo, Hartono. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Syalabi.1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam 3. Jakarta: PT. Al-Husna Zikra.

Pasha,Musthafa Kamal dan Ahmad Adaby Darban.2003.Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI).

Yatim, Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Thoyar, Husni.dan Abdul Mu’ti.2008.Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. Yogyakarta: Mentari Pustaka.

Semoga makalah tentang pasang surut sejarah islam diatas bermanfaat untuk sahabat sharematika semua.Terimakasih atas kunjungannya,
kunjungi terus sharematika, blog yang membahas semua materi matematika sd, materi matematika smp, materi matematika sma, dan materi matematika perguruan tinggi