Pasang
surut sejarah islam. Makalah ini dibuat oleh teman-teman guna
menyelesaikan tugas yang diberikan. Sebelum membahas makalah kedatangan
islam dinusantara, sharematika mengucapkan salam sapa untuk sahabat
sharematika semua.
Berjumpa lagi dengan sharematika, blog yang membahas semua materi matematika sd, materi matematika smp, materi matematika sma, dan materi matematika perguruan tinggi
Berjumpa lagi dengan sharematika, blog yang membahas semua materi matematika sd, materi matematika smp, materi matematika sma, dan materi matematika perguruan tinggi
DAFTAR ISI
Halaman Judul.....................................................................................................
i
Kata pengantar...................................................................................................
ii
Daftar Isi............................................................................................................
1
BAB I Pendahuluan...........................................................................................
2
A.
Latar belakang...................................................................................
3
B.
Rumusan Masalah............................................................................... 4
BAB
II Isi..........................................................................................................
5
A.
Deskripsi Masa-Masa
Kemajuan Islam............................................... 5
1.
Masa Kemajuan Dinasti
Umaiyah............................................... 5
2.
Masa Kemajuan Dinasti
Abbasiyah............................................. 8
3.
Masa Kemajuan Dinasti
Umaiyah di Spanyol............................. 9
4.
Masa Kemajuan Dinasti
Fatimiyah............................................ 11
B.
Deskripsi Masa-masa
Kemunduran Islam......................................... 12
1.
Krisis dalam Bidang
Sosial Politik............................................ 12
2.
Krisis dalam Bidang
Keagamaan.............................................. 14
3.
Krisis Bidang
Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan..................... 16
C.
Kebangkitan Islam
Antara Cita-Cita dan Kenyataan....................... 18
1.
Taqiyuddin Ibnu
Taimiyah........................................................ 19
2.
Muhammad Bin Abdul
Wahab................................................. 23....
GERAKAN
SALAFIYAH............................................................. 27
1.
Sayed Jamaludin Al-
Afghany.................................................. 29
2.
Syekh Muhammah Abduh......................................................... 31
3.
Sayyed Rasyid Ridla................................................................. 33
4.
Syaikh Hasan Al-Bana.............................................................. 34
GERAKAN
REFORMASI ISLAM DI INDIA/ PAKISTAN.. ....35
1.
Syah Waliyullah........................................................................ 35
2.
Sir Sayid Ahmad Kahn............................................................. 36
3.
Sayyid Amir Ali........................................................................ 36
4.
Muahammad Iqbal.................................................................... 36
5.
Muhammad Ali Jinnah.............................................................. 36
Realisasi Kebangkitan
Islam antara Cita-cita dan Kenyataan.......... 37
BAB
III Penutup.............................................................................................. 40
a.
Kesimpulan...................................................................................... 40
Daftar
Pustaka ................................................................................................. 42
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dunia
Islam dalam melakukan perkembangan tidaklah mudah, banyak sekali kendala yang
dapat menyebabkan dunia Islam mengalami pasang surut. Sebagaimana tercantum
dalam firman Allah dalam surah Ali ‘Imran [3] ayat 140 sangat tepat
menggambarkan dunia Islam pada saat itu. Secara tegas dinyatakan bahwa
kehidupan manusia, baik secara perorangan maupun kelompok pasti akan mengalami
pasang surut.
Pada
saat Islam mengalami kejayaan, Islam berhasil mengembangkan wilayah yang luas,
menguasai ilmu pengetahuan, peradaban, dan kebudayaan yang maju berdimensi rahmatan lil alamin. Kejayaan itu
berhasil diraih berkat perjuangan Rasulullah saw., dan para sahabatnya.
Kemudian diteruskan oleh Khulafaur
Rasyidin, dinasti Umaiyah, dinasti Abbasyiyah, dinasti Umaiyah Andalusia
dan dinasti Fathimiyah.
Masa-masa
kejayaan Islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya, akhirnya mengalami
kemundurannya juga. Berbagai krisis yang melanda dunia Islam merupakan faktor
penyebab dari kemunduran dunia Islam. Krisis tersebut meliputi krisis dalam
bidang agama, krisis bidang sosial, dan krisis bidang ilmu pengetahuan.
Benih
pembaharuan dalam dunia Islam sesungguhnya telah muncul di sekitar abad XIII
Masehi. Ketika itu dunia Islam tengah mengalami kemunduran dalam berbagai
bidang. Saaat itulah lahirlah Taqiyudin Ibnu Taimiyah dan menjadi seorang
muslim yang sangat peduli terhadap nasib umat Islam dengan mendapat dukungan
dari murid beliau bernama Ibnu Qayyim al Jauziah (691-751 M). Kedua tokoh
tersebut berusaha memurnikan ajaran Islam (Tajdidu
fil Islami). Mereka berusaha memurnikan ajaran Islam dari berbagai
keyakinan, sikap, dan perbuatan yang merusak sendi-sendi Islam. Mereka ingin
mengembalikan pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengalaman
Rasulullah saw. dan generasi salaf.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan kami
bahas antara lain:
1.
Deskripsi Masa Kemajuan
Islam ?
1.1
Deskripsi Masa Kemajuan
Dinasti Umaiyah
1.2
Deskripsi Masa Kemajuan
Dinasti Abbasiyah
1.3
Deskripsi Masa Kemajuan
Dinasti Umaiyah di Spanyol
1.4
Deskripsi Masa Kemajuan
Dinasti Fatimiyah
2.
Deskripsi Masa
Kemunduran Islam ?
1.1
Krisis dalam Bidang
Sosial Politik
1.2
Krisis dalam Bidang
Keagamaan
1.3
Krisis Bidang
Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
3.
Kebangkitan Islam
Antara Cita-Cita dan Kenyataan ?
1.1
Sayed Jamaludin Al-
Afghany
1.2
Taqiyuddin Ibnu
Taimiyah
1.3
Sayyed Rasyid Ridla
1.4
Syaikh Hasan Al-Bana
1.5
Realisasi Kebangkitan
Islam Antara Cita-cita dan Harapan
BAB
II
ISI
A. Deskripsi Masa-Masa
Kemajuan Islam
Sekitar
abad VII sampai dengan abad X Masehi, Islam berkembang dengan pesatnya,
meliputi wilayah-wilayah yang sangat luas dengan penguasaan ilmu pengetahuan,
peradaban dan kebudayaan yang sangat maju dan tinggi, yang berdimensi rahmatan lil ‘alamin. Kejayaan Islam ini
merupakan hasil perjuangan yang tidak mengenal lelah, baik yang dirintisi dan
dipelopori oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya, diteruskan pada zaman
Khulafatur Rasyidin, dinasti Umaiyah, dinasti Abasiyah, dinasti Umaiyah Andalusia
maupun dinasti Fathimiyah.
a.
Dinasti
Umaiyah ( 661-750 M )
Kekhalifahan
Umaiyah dimulai dengan naiknya Muawiyah sebagai khalifah yang pertama kali dari
dinasti Umayyah pada tahun 661 M. Pada periode ini wilayah kekuasaan Islam
semakin bertambah luas. Dari sejak Afrika Utara, sebagian India, Afganistan,
Turkistan, Bulukistan, Samarkan, dan sebagian besar kerajaan Rumawi Timur. Adapun
sukses yang didapat oleh Islam dalam memperluas wilayah kekuasaannya tidak lain
karena Islam sangat menekankan etika hidup dalam segala hal, termasuk ketika melakukan
ekspansi kekuasaannya.
Imperium
Islam yang sangat luas, dengan kondisi yang teramat sangat heterogin dalam
segala aspeknya telah bercampur aduk satu sama lainnya. Dalam waktu yang tidak
terlalu lama muncullah gejala terjadinya proses akulturasi sosio budaya yang
sangat kaya raya, berupa terjadinya proses pencampuran antara budaya Islam Arab
dengan berbagai budaya daerah lain. Demikian pula telah berlangsung proses
asimilasi (pencampuran darah) lewat perkawinan antara bangsa Arab dengan
bangsa-bangsa di berbagai wilayah tersebut. Namun ada satu hal yang dapat
dicatat bahwa dalam penyiaran Islam ke berbagai wilayah yang didatangi ternyata
tidak terjadi apa yang dinamakan proses sinkritisasi, yaitu bercampurnya prinsip-prinsip
ajaran Islam (ushul-ad dien) dengan
ajaran dari suatu agama tertentu. Hal ini dapat terjadi karena Islam
mengajarkan faham tauhid yang murni (monoteisme absolut), ketat (rigid), dan
bersih dari berbagai macam gejala kemusyrikan, khurafat, bid’ah dan sebagainya.
Pada
periode Umaiyah pengembangan pemikiran ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh
mujtahid besar dalam bidang fiqih, seperti Imam Abu Hanifah an-Nu’man (80-150
H) yang terkenal sebagai penubuh madzhab Hanafi, Imam Malik bin Anas (meninggal
179 H), dikenal sebagai penyusun Kitab
Muwattha’ dan penubuh madzab Maliki, Imam Muhammad Idris as- Syafii (
105-204 H), penyusun Kitab al-Um dan
penubuh madzhab Syafii dan Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal (164-241 H),
penubuh madzhab Hambali.
Dalam
rentang sejarah kekhalifahan Umaiyah yang panjang, tercatat sosok khalifah yang
sangat terkenal dan sangat menonjol dalam hal kepribadian maupun
kepemimpinannya, yaitu khalifah Umar bin ‘Abdil ‘Aziz (717-720 M), yang oleh
karena para ulama dinobatkan sebagai salah seorang “Khulafatur Rasyidin” yang
kelima. Pribadi Umar yang sangat legendaris ini terkenal karena kealimannya,
adil, arif bijaksana, zuhud, wara’, sangat disayangi dan ditaati oleh rakyatnya
sehingga tidak berlebihan kalau orang menyamakan dirinya dengan pribadi
khalifah Umar bin Khatthab ra, khususnya dalam memegang kendali pemerintahan
yang sangat terkenal keadilan dan kejujurannya. Kesenjangan dan kemiripan ini
bukan karena faktor ‘kebetulan’ semata, akan tetapi karena antara keduanya
ternyata masih ada pertalian darah. Lewat garis ibunya, Umar bin Abdil ‘Aziz
memiliki darah keturunan Umar bin Khattab ra.
Kekuasaan
Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 Tahun. Ibukota negara dipindahkan Muawiyah
dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.
Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan
(661-680 M), Abn Al-Malik ibn Marwan (685-705 M), Al Wahid ibn Abdul Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz (717-720 M)
dan Hasyim ibn Abd Al-Malik (724-743 M).
Ekspansi
yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali pada dinasti
ini. Pada masa ini terjadi keberhasilan ekspansi baik di Timur maupun di Barat,
wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas.
Disamping
ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di
berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu
dengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan. Dia
juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Abd Al-
Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah
yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada tahun
659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abd Al-Malik juga
berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan
memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.
Keberhasilan
Khalifah Abd Al-Malik diikuti oleh putranya Al-Wahid ibn Abd Al-Malik (705-715
M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia
membangun panti-panti untuk orang cacat. Dia juga membangun jalan-jalan raya
yang menghubungkan suatu daerah dengan lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah.
Maskipun
keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak
menaati isi perjanjiannya dengan Hasan ibn Ali ketika dia naik tahta, yang
menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah Muawiyah diserahkan
kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid sebagai putra
mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang
mengekibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.
Abdullah
ibn Zubair membina gerakan oposisinya di Makkah setelah sumpah setia terhadap
Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah
setelah Husein ibn Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Makkah. Dua
pasukan bertemu dan pertempuran pun tak terhindarkan. Namun peperangan terhenti
karena Yazid wafat dan tentara Bani Umayyah kembali ke Damaskus. Gerakan
Abdullah ibn Zubair baru dapat dihancurkan pada masa kekhalifahan Abd Al-Malik.
b.
Dinasti
Abbasiyah (750-1258)
Periode
dinasti Abbasiyah ditandai dengan dikalahkannya kekuasaan Umaiyah yang berpusat
di kota Damaskus/Siria oleh Abdul ‘Abbas as-Saffah, dari keturunan ‘Abbas bin ‘Abdul
Muthalib (salah seorang dari paman Nabi Muhammad SAW). Kekuasaan dinasti
‘Abbasiyah yang berlangsung sekitar 509 tahun (lima abad) dengan Bagdad, Irak
sebagai pusat kekhalifahannya.
Diantara
sekian khalifah dari Bani Abbasiyah tercatat nama-nama khalifah yang besar
sekali jasanya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Mereka
berusaha menghidupkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan sekuat tenaga dengan cara
menghimpun para cendekiawan serta mengadakan berbagai pertemuan yang bersifat
keilmuan dan kebudayaan dalam suatu forum yang dinamai “Darul Hikmah”.
Sebagai
bukti yang menunjukkan betapa gairahnya negara mendorong perkembangan ilmu
pengetahuan dituturkan oleh seorang yang pernah berkunjung ke ibu kota Kerajaan
Abbasiyah ketika itu. Ia menuturkan bahwa pada tahun 981 M di sepanjang sungai
Tignis yang membelah kota Bagdad, telah terdapat sekitar 100 buah perpustakaan
yang berisi berbagai macam buku baik asli ataupun terjemahan, dilengkapi pula
dengan ruangan khusus untuk diskusi. Demikian pula bangunan gedung ma’had
(pendidikan), baik untuk tingkat dasar, menengah maupun perguruan tinggi ada di
mana-mana. Di kota Bagdad juga terdapat gedung observatorium bintang guna untuk
mengamati benda-benda langit.
Dalam
tempo kurang lebih lima puluh sesudah membangun dinasti Abbasiyah, sebagian
besar sektor ilmu pengetahuan telah dibukukan, baik yang berkenaan dengan ilmu
naqliyah, seperti ilmu-ilmu Al-Qur’an, ilmu Hadits, ilmu Tauhid, Fiqih maupun
ilmu-ilmu ‘aqliyah yang diambil dari peradaban kuno, seperti matematika, astronomi,
logika, kedokteran, filsafat, fisika, kimia, dan sebagainya.
Perkembangan
dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya ketika kekuasaan dipegang oleh Harun
al-Rasyid (786-809M), seorang khalifah yang kemashuran dan kecemerlangannya
dapat disejajarkan dengan khalifah Umar bin Abdul ‘Aziz dari dinasti Umaiyah.
Kota
Bagdad benar-benar menjadi kota yang diterangi dengan berbagai ilmu pengetahuan
dan peradaban yang sangat tinggi, yang kehangatan sinarnya memancar ke seluruh
penjuru dunia belahan timur. Selain itu juga terjadi perluasan perdagangan dan
perniagaan Islam,melalui eksplorasi ekonomi. Pada masa itu perekonomian
didominasi oleh perdagangan barang-barang mewah (rempah-rempang, wangi-wangian,
perhiasan, logam-logam mulia, sutera dan binatang-binatang langka).
c.
Dinasti
Umaiyah di Spanyol (757-1492)
Di
belahan Barat (Eropa) berdiri dengan megahnya Khilafah Umaiyah (757-1492 M)
yang berada di wilayah Spanyol. Kekhalifahan ini diawali dengan kedatangan
pasukan Islam yang cukup legendaris ke daratan Spanyol dibawah pimpinan Thariq
Ibnu Ziyad pada tahun 711 M, yang ditandai dengan ditaklukannya kerajaan
Visigothic yang dipimpin oleh raja Roderick.
Dalam
hubungannya dengan kehidupan masyarakat, kini terdapat dua ras, yaitu Arab dan
Spanyol, yang hidup berdampingan secara damai. Dan akhirnya lahir generasi campuran
dengan sebutan Bangsa Moor, yang kemudian menguasai daulah Umaiyah di spanyol
selama 7,5 abad.
Dalam
waktu yang tidak terlalu lama Cordova mulai dikenal oleh masyarakat Eropa
sebagai pusat kebudayaan dan pusat ilmu pengetahuan, yang ditandai dengan
banyaknya perpustakaan dengan berbagai macam buku yang mencakup segala bidang.
Berbagai bangunan megah seperti istana al-Hambra di Granada, Masjid Cordova dan
berbagai bangunan lainnya yang sangat mengagumkan karena arsitekturnya yang
sangat tinggi menandai tingginya penguasaan ilmu bangunan dan arsitektur.
Pada
masa dinasti Umaiyah di Andalusia ini telah lahir sekian banyak intelektual
muslim, seperti Ibnu Bahjah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd(Averoes), dsb. Ibnu Rusyd
(1126-1198 M), adalah seorang cendekiawan/filosuf Andalusia, disamping sebagai
seorang dokter dengan bukunya “Colliget” atau “Kitabul-Kuliyyat”, ia juga
seorang faqih/ahli hukum yang karyanya yaitu “Bidayatul-Mujtahid”. Menjelang
abad XVI, filsafat dan ajaran Ibnu Rusyd telah mendominasi intelektual-intelektual
Eropa untuk masa lebih dari 4 abad, dan dalam arti sesungguhnya ia dapat
dianggap sebagai pelopor dari gerakan ‘Renaissance’ yaitu gerakan pencerahan
kembali yang mengangkat dunia barat dari alam kegelapan.
Cendekiawan
muslim yang tidak boleh dilupakan juga namanya untuk dicermati adalah Ibnu
Khaldun yang lahir di Tunisia sekitar abad IX. Ia adalah seorang ahli dalam
bidang ilmu social (sosiologi). Bahkan ada yang menyebutnya bapak Sosiologi,
karena hasil penelitian dan penyajiannya cukup ilmiah untuk pertama kalinya dalam
bidang ini. Hasil karya yang paling terkenal dan sampai sekarang masih banyak
dibaca sebagai referensi antara lain,”Muqaddimah” atau “Introduction of Ibnu
Khaldan’.
Dalam
masalah pengembangan ekonomi daulah Umaiyah di Spanyol juga mencapai sukses
yang sangat signifikan, sebagaimana yang dituturkan Turner bahwa “Di Spanyol
‘industrialisasi’ Islam mencapai puncaknya. Ada tambang-tambang tembaga, bijih
besi, dan mineral-mineral lainnya, pembuatan kapal serta kerajinan kulit dan tekstil.
Bernard Lewis mengatakan bahwa di Cordoba saja ada 13.000 penenun”.
d.
Dinasti
Fatimiyah (911-1171 M)
Kekhalifahan
yang ketiga adalah Dinasti Fatimiyah (suatu penamaan yang diambil dari tiang
turusnya, yaitu Fatimah binti Nabi Muhammad SAW), yang didirikan oleh kaum
Syi’ah sekitar tahun 919-1171 M. Khalifah Fatimiyah didirikan di Afrika Utara
(Tunisia), kemudian meluas ke timur dan berhasil merebut Mesir pada tahun 969
M, dan terus ke timur hingga Siria dapat dikuasainya pada tahun 981 M.
Khilafah
ini membangun Univesitas Al-Azhar di kota Kairo pada tahun 981 M ketika
berhasil meluas ke Mesir. Di samping mendirikan Al-Azhar, dinasti ini juga
mengembangkan ilmu pengetahuan lewat menerbitkan berbagai macam buku ilmu
pengetahuan. Kairo menjadi ibukota kerajaan Fatimiyah, dan pada tahun 1171 M
dinasti Fatimiyah runtuh akibat dikalahkan oleh Shalahuddin al-Ayyubi(Saladin),
seorang raja Turki yang namanya sangat legendaris dalam Perang Salib III.
Kejayaan
dunia Islam seperti diatas merupakan hal yang sangat kontras dengan dunia
Nasrani Barat, yang telah tenggelam dalam melawan kegelapan zaman. Tegasnya
sumbangan Islam dalam bidang iptek ini dapat dibuktikan dari tampilnya
ilmuwan-ilmuwan Islam dalam khazanah literature dunia dalam zamannya. Usaha
umat Islam saat itu bukan hanya membuat mereka berkuasa, tetapi juga besar.
Disamping memperoleh kekuasaan politik dan ekonomi dengan cepat, mereka
memperoleh kemajuan baik dalam bidang kesenian maupun dalam bidang ilmu pengetahuan.
Tentara mereka menang dalam pertempuran-pertempuran, perintah-perintahnya
dipatuhi, surat-surat kreditnya berharga, arsitekturnya agung, sastranya
menawan hati, keilmiahannya tinggi, matematikanya kuat, dan teknologinya
efektif.
B. Deskripsi Masa-masa
Kemunduran Islam
Masa-masa
kemajuan dunia Islam yang telah berjalan beberapa abad lamanya, yang
pengaruhnya telah merebak dan merambah jauh ke berbagai belahan dunia non
muslim pada akhirnya juga mengalami masa-masa kemundurannya. Berbagai macam krisis
yang sangat kompleks sekali telah menerpa dunia Islam, diantaranya adalah:
a.
Krisis
dalam Bidang Sosial Politik
Al-
Qur’an, Surat Ali ‘Imran ayat 140 secara tegas menyatakan bahwa kehidupan
manusia, baik secara perorangan maupun kelompok pasti akan mengalami masa “ up
and down”, masa pasang surut. Demikian juga yang terjadi pada kekhalifahan
Abbasiyah yang berpusat di Bagdad maupun kekhalifahan Umaiyah yang ada di
Andalusia.
Pada
masa itu ajaran Islam dapat diibaratkan bagaikan pakaian, dimana kalau
dikehendaki baru dikenakan akan tetapi kalau tidak diperlukan ia bisa
digantungkan, dan tidak lebih dari itu.
PERANG
SALIB (The Crusaders)
Pasukan
Salib Eropa pada tahun 1095 melakukan invasi ke wilayah negeri-negeri Islam.
Khalifah Abbasiyah adalah boneka yang didalangi oleh Bani Saljuk(Turki), yang
tak henti-hentinya saling memerangi. Perang Salib itu sendiri terjadi bersamaan
dengan awal permulaan tumbuhnya peradaban bangsa Eropa, dimana peradaban mereka
saat itu masih dalam persekutuan dengan gereja. Dalam kondisi seperti itu,
dengan mudahnya Perang Salib menyeret mereka kedalam kontak permusuhan dengan
dunia Islam.
Sebab
dari perang salib itu bermula dari tersebarnya isu bahwa para peziarah
kristiani dikota Yerusalem sering diganggu orang-orang Islam. Namun dibalik isu
itu, sesungguhnya bangsa Eropa merasa sakit hati dan dendam terhadap kekuasaan
Islam yang sudah merambah ke benua Eropa, dan terlebih lagi kebencian mereka
terhadap penguasa Turki Usmani yang dianggap telah menghina dan menginjak-injak
harga diri dan martabat bangsa Eropa dengan pendudukan kota suci Yerusalem,
kota suci bagi kaum Nasrani, dan semenanjung Balkan. Dengan kobaran dendam yang
tak terbendung lagi Paus Urbanus II menyeru kepada dunia Barat untuk melakukan
perang suci bersama guna merebut dan membebaskan kota Yerusalem.
Untuk
menunjukan bahwa perang itu adalah perang suci maka seluruh armada dan pasukan
Barat yang berangkat ke medan perang wajib mengenakan atribut “Salib”,
dikenakan pada semua peralatan perang. Perang Salib yang berlangsung disekitar
tanah Yerusalem, akhirnya merambah ke berbagai wilayah yang cukup luas,
berlangsung sekitar tahun 1096-1291 M. Perang Salib yang memakan waktu selama
dua abad ini berlangsung sampai tujuh kali perang. Semua orang Islam di
wilayah-wilayah itu dibantai dan dibakar dengan kejinya oleh tentara-tentara
Salib.
Sesungguhnya
Perang Salib berlangsung tidak sebatas mulai tahun 1096 sampai 1291 M, tetapi
menurut Stoddard perang Salib berlangsung enam abad lamanya. “Perang Salib
tidak lain dari serangan balasan Barat terhadap serangan Turki kepada orang
Nasrani yang berlangsung selama 600 tahun, dan baru berakhir secara pasti di
perbentengan Wina tahun 1683 M”. Dunia Islam mengalami kemunduran dalam segala
bidang kehidupan. Kejadian tragis dan memilukan yang menimpa Islam seakan-akan
tak kunjung berhenti, baik yang ada di Andalusia, Baghdad, dan Yerusalem serta
tempat-tempat lainnya.
Krisis
dunia Islam yang segera muncul ke permukaan adalah mulai tercabik-cabiknya
kekuasaan Islam, baik pepecahan itu muncul dalam bentuk berdirinya
penguasa-penguasa lokal yang sama memisahkan diri dari pemerintah pusat atau
benar-benar kekuasaan tersebut direbut oleh penguasa lain, sebagaimana
Andalusia yang dikalahkan oleh kekuatan Kristen, dan Baghdad yang dikalahkan
oleng bangsa Mongol, semua itu terjadi
karena disebabkan hilangnya ruh Islam dari kehidupan mereka.
Kondisi
kemunduran Islam semakin diperparah lagi ketika bangsa-bangsa Eropa telah
bangkit dari tidurnya. Berbagai macam teknologi telah mereka temukan, termasuk
teknologi yang berhubungan dengan perang. Dengan berbagai peralatan yang
dimilikinya mereka datang ke negeri-negeri Islam untuk menjajah, menjarah
kekayaan serta memurtadkan dengan penuh kelicikan dan tipu daya. Sejak abad ke
XVI praktis dunia Alam Islami yang membentang dari Maroko sampai Merauke tidak
ada satu negripun yang bebas dari penjajahan bangsa-bangsa Eropa.
b.
Krisis
dalam Bidang Keagamaan
Krisis
ini berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama jumud (konservatif) bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Dengan
adanya pendirian tersebut mengakibatkan lahirnya sikap memutlakkan semua
pendapat iman-iman mujtahid, seperti memutlakkan pendapat Imam Malik, Imam Abu
Hanifah, Imam Shafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan iman-iman mujtahid lainnya.
Padahal pada hakekatnya imam-imam tersebut masih tetap manusia biasa, bukan
manusia maksum yang tidak akan lepas dari kesalahan. Pengakuan daripada iman
mujtahid bahwa pendapatnya tidak lepas dari kemungkinan salah serta melarangnya
untuk dipeganginya secara mutlak dapat disimak dari fatwa mereka, seperti :
Fatma
Imam Abu Hanifah:
Bahwasanya Abu Hanifah pernah
ditanya: “Apabila engkau menyatakan sesuatu pernyataan, padahal Kitab Allah
(Al-Qur’an) menyalahkannya, bagaimanakah sikap anda?” “ Tinggalkan fatwaku dan
ikutilah Al-Qur’an”. Dikatakan pula “ Bagaimanakah kalau hadis Rasulullah
menyalahkannya juga? Beliau menjawab” Tinggalkanlah perkataanku dan ikutilah
perkataan Rasulullah”. “Haram bagi siapapun yang belum mengetahui dalil
(alasan) fatwaku, untuk difatwakan pendapat-pendapatku”.
Fatwa
Imam Malik bin Anas:
1.
“Sesungguhnya aku ini
tidak lain melainkan manusia belaka yang boleh jadi aku salah dan boleh jadi
aku benar. Oleh karena itu hendaklah kalian perhatikan pendapat-pendapatku.
Setiap pendapatku yang sesuai dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul maka
ambillah. Dan tiap-tiap pendapatku yang tidak sesuai dengan Kitab Allah dan
Sunnah Rasul maka tinggalkanlah”.
2.
Nilailah ijtidahku ini,
oleh karena mengenai perkara agama (jangan terus diterima saja). Tidak seorang
pun kecuali dapat diterima perkataannya dan dapat ditolak, kecuali manusia yang
dimakamkan dalam kuburan ini (yakni Rasulullah SAW).
Fatwa Imam Syafi’i:
1.
Jika kalian berpendapat
bahwa perkataan saya menyalahi perkataan Rasulullah, maka amalkanlah perkataan
Rasulullah, dan lemparkanlah perkataan saya keluar pagar.
2.
Imam syafi’i berkata
kepada muridnya (Rabi): “Janganlah engkau bertaqlid kepadaku tentang apa yang
aku katakan, melainkan engkau sendiri harus memikirkan (menyelidiki) dalam
perkara itu, karena hal itu sesuatu perkara mengenai agama”.
3.
Apakah hadits itu
shahih, maka itulah madzhabku
4.
Tiada halal bertaqlid
kepada seseorang selain kepada nabi Muhammad SAW.
Dari
zaman keruntuhan dunia Islam, dunia pendidikan pun terkena getahnya juga.
Kemerosotan dunia pendidikan Islam antara lain ditandai dengan sepinya
kegiatan-kegiatan ilmiah yang merangsang peserta didik untuk melakukan
penelitian dan percobaan. Mimbar-mimbar ilmiah yang menjadi jantungnya
perguruan tinggi tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Para pengajar tidak
lagi memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat, kritik, ulasan, dan
komentar terhadap pendapat para ulama terdahulu. Lembaga pendidikan Islam pada
kurun ini tidak lagi berfungsi sebagai pusat pembibitan kader-kader ulama dan
cendekiawan muslim yang kritis, yang siap menghadapi berbagai tantangan dan
perubahan zaman. Ketimpangan dunia pendidikan Islam seperti itu akhirnya hanya
sekedar dapat menghasilkan pemikir-pemikir kerdil yang berwawasan sempit, yang
hanya pandai memfatwakan pendapat-pendapat ulama tanpa berusaha lebih jauh untuk memahami alasan dan dalil manakah yang
digunakan sebagai acuan pengambilan hukum tersebut. Mereka dengan gencarnya
menganjur-anjurkan kepada umatnya untuk bersikap taqlid kepada imam-imam
madzhab, anjuran yang secara terang-terangan bertabrakan dan bertentangan
dengan jiwa dan semangat Al-Qur’an.
H.A.R.
Gibb menggambarkan kondisi umat Islam, pada zaman kegelapan dengan ungkapan “
Sebagian terbesar dari ulama Islam berpendapat bahwa pintu ijtihad tertutup
untuk selama-lamanya, dan bahwa tidak seorang ulama pun, betapa besarnya ia,
yang dapat memenuhi syarat-syarat sebagai mujtahid, penafsir hukum yang diakui,
walaupun beberapa ulama kemudian ada yang sewaktu-waktu menuntut pengakuan
pembolehan berijtihad ( Deliar Noer :11).
Diakui
oleh siapapun bahwa di dalam Al-Qur’an ditemukan bahwa sekali ayat-ayat yang
merangsang manusia untuk mengembangkan daya nalarnya seoptimal mungkin, sebaliknya
Al-Qur’an sangat mencela sikap taqlid, sikap membeo atau mengekor tanpa
mengetahui dasar atau alasannya. Kedua sikap yang bertabrakan seperti itu dalam
Al-Qur’an menegaskan secara eksplinsit seperti antara lain : Surat Ali ‘Imran
(3):189-191, al-Ghasiyah (88):17-26, ar-Rahman (55):33 dan al- Isra’(17):36.
Kondisi
dunia Islam yang dipenuhi oleh ulama-ulama yang dikualitas seperti di atas
membuat redup dan pudarnya nur Islam yang di abad-abad sebelumnya merupakan
kekuatan yang mampu menyinari akal pikiran umat manusia dengan terang-benderang.
c.
Krisis
Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Krisis
yang ketiga ini sesungguhnya hanya sekedar akibat dari adanya krisis dalam
bidang sosial politik dan bidang keagamaan. Sebagaimana telah dibahas dimuka
bahwa dengan jatuhnya pusat-pusat kekuasaan Islam, baik di bagian Barat yang
berpusat di Cordova maupun di belahan Timur yang berpusat di Bagdad ternyata
penderitaan yang dialami oleh dunia Ilmu Pengetahuan adalah sama. Baik kaum Nasrani
Spanyol maupun tentara Mongol sama-sama berperangai Barbar dan sama sekali
belum dapat menghargai betapa tingginya nilai ilmu pengetahuan. Pusat-pusat
ilmu pengetahuan, baik yang berupa perpustakaan maupun lembaga-lembaga
pendidikan diporak-porandakan dan dibakar sampai punah tak berbekas.
Dalam
kondisi yang seperti ini sudah barang tentu dunia pendidikan tidak mendapatkan
ruang gerak yang memadai, segala aspek yang menjunjung berkembangnya
lembaga-lembaga pendidikan serba terbatas. Oleh karena itu pada masa-masa
seperti ini dunia Islam tidak dapat melahirkan pemikiran-pemikiran kritis.
Lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang ada sama sekali tidak memberi ruang
gerak kepada para mahasiswanya untuk melakukan penelitian dan pengembangan
ilmu. Kebebasan mimbar dan kebebasan akademik yang menjadi ruh atau jantungnya
pengembangan ilmu pengetahaun Islam satu per satu surut dan sirna.
Suasana
gelap yang menyelimuti dunia Islam akibat berbagai krisis benar-benar mencekam
dan memprihatinkan. Pada saat bangsa Eropa Tengah sibuk melepaskan
armada-armadanya untuk mengarungi berbagai lautan dengan tujuan untuk merampas,
menjajah dan menjarah kekayaan negeri-negeri Islam sekaligus menyebarluaskan
ajaran Injil, pada saat itu pula sebagian besar kaum muslimin tenggelam dalam
ajaran tasawuf yang sudah jauh menyimpang dari ruh Islam. Ajaran yang
menyatakan bahwa dunia adalah penjara bagi kaum muslimin sangat populer di
tengah-tengah masyarakat Islam zaman ini.
Masa
kemunduran dunia Islam seperti di atas terus berlangsung sampai akhir abad
XVIII. Baru kemudian pada awal abad XIX ada usaha-usaha dari beberapa ulama
Islam yang berpikiran maju untuk membangun kembali kemuliaan Islam dan kejayaan
kaum muslimin Gagasan seperti ini kemudian hari terkrisral dalam suatu gerakan
yang terkenal dengan Gerakan Pembaharuan atau Gerakan Reformasi dalam Islam,
yang intinya diarahkan untuk “Purification
of Islam Mind and Rejuvenation of Islam Creed” menurut istilah Bung Karno.
Gerakan Pembaharuan atau Pemurnian Islam ini dengan lantang bersemboyan : “
KEMBALI KEPADA AL- QUR’AN DAN HADITS SYARIF”.
C. Kebangkitan Islam
Antara Cita-Cita dan Kenyataan
Benih
pembaharuan dalam dunia Islam sesungguhnya telah muncul disekitar abad XIII
Masehi, suatu masa yang pada saat itu dunia Islam tengah mengalami kemunduran
dalam berbagai bidang dengan sangat drastisnya. Di tengah-tengah kemelut yang
melanda Bagdad disebabkan karena inovasi yang dilakukan oleh tentara Mongol
dibawah komando Holagu Khan, pada saat itu lahirlah kota Harran-Siria seorang
bayi yang diberi nama Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim bin Abdus-Salam
bin Taimiyyah al-Harran al- Hambaly, yang kelak namanya dikenal dengan
singkatan Taqiyuddin ibnu Taimiyah (1263-1328). Kelak setelah Ibnu Taimiyah ini
berkembang menjadi seorang yang alim yang sangat peduli terhadap nasib umat
Islam, tokoh ini didukung sepenuhnya oleh murid beliau yang bernama Muhammad
bin Abu Abdillah Samsudin atau lebih terkenal dengan sebutan Ibnu Qayyim
al-Jauziyah (691-751 H).
Kedua tokoh ini dikenal
sebagai tokoh yang pertama kali berusaha memurnikan ajaran Islam (Tajdidi fil Islami) dari berbagai
keyakinan, sikap dan perbuatan yang akan merusak sendi-sendi Islam, dan
merupakan barang yang sangat asing dalam kamus Islam. Kedua tokoh ini ingin
mengembalikan pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengamalan
Rasulullah SAW dan generasi Salaf, yang meliputi generasi para Sahabat, Tabi’un
dan Tabi’ut Tabi’in. Karena kedua ulama ini bertekad akan mengikuti cara-cara
pemahaman ulama Salaf, maka gerakan yang mereka pimpin disebut Gerakan
Salafiyah.
Adapun ciri-ciri khas
aliran as-Salaf yang dikembangkan kedua tokoh di atas, yang kemudian juga akan
menjadi ciri khas dari seluruh Gerakan Pembaharuan dalam Islam (Gerakan
Reformasi Islam) di seluruh dunia Islam adalah:
a.
Memberi ruang dan
peluang ijtihad di dalam berbagai kajian keagamaan yang berkaitan dengan
muamalah duniawiyah.
b.
Tidak terikat secara
mutlak dengan pendapat ulama-ulama
terdahulu.
c.
Memerangi orang-orang
yang menyimpang dari aqidah kaum Salaf, seperti kemusyrikan, khurafat, bid’ah,
taqlid, dan tawasul. Juga terhadap orang-orang yang mengaku sebagai orang Sufi
dan Filosuf yang terang-terangan sudah menyalahi dan menyimpang dari
prinsip-prinsip aqidah Islamiyah.
d.
Kembali kepada
Al-Qur’an dan As- Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam.
1.
TAQIYUDDIN
IBNU TAIMIYAH
a.
Kelahiran
dan Pendidikannya
Ibnu Taimiyyah yang
lengkapnya Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim bin Abdus-Salam bin Taimiyyah
al-Harran al- Hambaly, yang kelak namanya dikenal dengan singkatan Taqiyuddin
ibnu Taimiyah lahir pada tanggal 10 Rabiul Awal 661 Hijriyah, bertepatan dengan
tanggal 22 januari 1263 Miladiyah di kota Al-Harrann, Siria. Ia lahir kemudian
kurang lebih lima tahun kemudian setelah tentara Barbar dan Mongolia, yang oleh
Lothrop Stoddard bangsa ini digambarkan sebagai bangsa biadab yang menggetarkan
yang pernah dialami dunia. Di bawah pimpinan
jenderal Hulako Khan bangsa Mongol menaklukan kota Bagdad, ibukota pusat
kekuasaan dinasti Abbasiyah.
Dalam usianya yang
refatif masih sangat muda belia sekitar umur 21 tahun Ibnu Taimiyah telah
tumbuh dan berkembang sebagai seorang yang alim, cerdas, mempunyai wawasan dan
pengertian yang mendalam tentang agama Islam/ Ibnu Taimiyah seorang cendekiawan
muslim yang mampu menangkap getaran-getaran penyakit yang diidapi oleh umat
Islam pada umumnya sekaligus dengan penderitaan hidupnya. Berbagai gejala
penyimpangan hidup Islam sudah sangat menyolok. Ketauhidan yang menjadi inti
ajaran Islam dan yang ditekan-tekankan oleh Rasulullah telah terselubungi oleh
berbagai macam khurafat (tahayul), syirik dan faham kesufian yang telah jauh
menyimpang dari prinsip ajaran Islam. Kaum muslimin mulai sibuk menghias diri
dengan berbagai macam azimat, penangkal penyakit. Mereka sangat menggemari
ziarah ke kubur-kubur orang ‘keramat’ bukan dengan maksud untuk ingin mati
sebagaimana yang dituntunkan oleh Rasulullah, melainkan untuk meminta barakah
dan syafaat. Mereka puja sebagian orang-orang yang sudah mati sebagai manusia
suci dan diyakini dapat menjadi perantara antara dirinya dengan Allah ketika
mereka sedang berdoa. Sementara itu pula kaum muslimin sudah acuh tak acuh dan
tidak menaruh kepedulian sama sekali tentang nasibnya di dunia ini. Gejala
semacam itu menampilkan wajah Islam yang tidak sedap dan menawan. Padahal di
dalam Al-Qur’an surat Ali Imran (3):139 Allah menyatakan : “Jangan kalian bersikap lemah dan janganlah
(pula) kalian bersedih hati, padahal kalian orang-orang beriman”.
Ibnu Taimiyah
digambarkan sebagai pemikir yang paling cemerlang dan konsisten, ahli dalam
bidang ilmu hadits, ilmu bahasa, ilmu tafsir, ilmu kalam serta ahli juga dalam
bidang filsafat. Dan terlebih lagi dalam bidang hukum Islam ia menempati
kedudukan paling puncak yang oleh karena itu ia telah menyandang gelar IMAM
MUJTAHID MUTLAK, atau oleh Profesor H.A.R. Gibb disebutkannya sebagai “ .. as profesor of Hanbali Law” (Taqiyuddin
Ibnu Taimiyah, 1976:9).
Kecermelangan pikiran
Ibnu Taimiyah tercermin dalam beberapa ratus karya tulisnya, termasuk beberapa
hal yang sangat menonjol seperti kitab “Minhajus
Sunnah an-Nabawiyah fi naqdil kalam asy-Syi’ah wal Qadariyah (Jalan Sunnah
Nabi dalam menyangkal keyakinan kaum Syi’ah dan Qadariyah). Di dalam kitab ini
Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang ide-ide politik negara. Kitab kedua yang
berjudul “as-Siasah as-Syari’ah (
Sistem Politik Syari’ah) merupakan karya yang sangat eksklusif mengenai
pemikiran politik yang lebih rinci yang di dalamnya memuat juga fungsi-fungsi
dari organisasi negara.
Sedangkan karyanya yang
ketiga adalah kitab ‘al-Hisbah fil Islam’
yang di dalamnya menguraikan penggunaan prinsip menyerukan kebajikan mencegah
kejahatan, terutama sekali dalam hubungannya dengan administrasi negara.
Karya-karyanya yang lain diantaranya ‘al-Fatawa,
‘at-Tawashul wal Washilah’,’majmu’atur Rasail Kubra’, al-Qiyas fi- Syari’il
Islamy’, ‘al-Iqtidaus Shiratil Mustaqim’ dan lain-lainnya.
Sikap dan pendirian
Ibnu Taimiyah yang sangat gigih berprinsip pada ajaran tauhid yang bersih dan
murni, jauh dari berbagai ragam syirik, khurafat dan bid’ah dan disampaikan
secara terus terang dan lugas kepada siapa pun juga seringkali pihak-pihak
lain, terutama para penguasa merasa tersinggung.
Sebagai akibat lebih
jauh dengan menggunakan kekuasaannya penguasa menangkap dan memenjarakan Ibnu
Taimiyah. Penjara bagi Ibnu Taimiyah merupakan salah satu tempat yang paling
sering dihuni. Sekalipun demikian bukan berarti dengan dipenjarakan tubuh Ibnu
Taimiyah, ikut terpenjara juga rohaninya. Dengan semangat yang tetap
berkobar-kobar, ia berdua dengan saudaranya selalu terlibat dalam diskusi
dengan topik-topik yang sangat luas. Komentar dan fatwanya selalu dicatat oleh
saudaranya, sementara gagasan-gagasan atau ide-idenya ia tulis dengan teliti.
Dengan serta merta semua alat tulis menulis yang selama ini disediakan untuk
Ibnu Taimiyah disita dan untuk selanjutnya beliau dilarang untuk menulis. Hal
ini dirasakan olehnya sebagai siksaan yang tak terperikan pedihnya yang
mengakibatkan Ibnu Taimiyah jatuh sakit yang sangat parah dan tak ada obat
penyembuhnya. Dua puluh hari kemudian , ulama besar yang berjuang dengan lisan,
dengan mata pena dan mata pedangnya yang ketiga-tiganya itu sangat tajam itu
berpulang ke rahmatullah, meninggalkan dunia yang fana ini dengan penjara yang
sangat sempit, tersungkur diatas sajadah shalatnya setelah beliau membaca
sepotong ayat Al-Qur’an al-Qamar (54):54 : Inna:al
al-muttaqi:na fi: jamma:tin wa an-naha:rin ( sesungguhnya orang-orang yang
bertaqwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai) pada tanggal 20 Dzulqaidah
728 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 26/27 September 1328 Miladiyah.
Profesor H.A.R. Gibb
dalam bukunya “The Shorter Encyclopedia
of Islam” menggambarkan saat penguburan Ibnu Taimiyah, dimana sebanyak
300.000 pria dan 150.000 wanita telah turut menghantarkan jenazahnya ke taman
peristirahatannya yang terakhir. Sedang Ibnu Wardy, seorang ulama yang
terkemuka di Siria telah mengucapkan kata-kata perpisahannya di atas pusara di
tengah-tengah lautan ta’ziyin dengan mengenangkan jasa-jasa beliau selaku
pelopor yang dengan kesungguhan dan keberaniannya mengajak umat Islam untuk
kembali kepada ajaran Al Qur’an dan As-Sunnah.
b.
Pokok-pokok
Ajaran Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah yang
dikenal sebagai tokoh yang berhak menyandang gelar sebagai ‘mujtahid’ dalam
berbagai tulisan ataupun dalam kuliah-kuliahnya dengan lantang menyeru dan
mengajak umat Islam di seluruh dunia Islam untuk kembali berpegang teguh pada
ajaran Al-Qur’an Karim dan As-Sunnah as- Syarif dengan murni dan penuh
tanggungjawab dalam menata seluruh aspek kehidupannya, baik untuk orang
seorang, berkeluarga, bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara.
Dan bersamaan dengan
seruannya tersebut ia mengajak umat Islam untuk membuang jauh-jauh berbagai
praktek yang asing dan aneh dalam ajaran Islam semacam perbuatan Syirik atau
menyekutukan Tuhan, bid’ah khurafat (tahayul),taqlid, tawashul dan sebangsanya.
Sebenarnya ajaran Ibnu
Taimiyah yang paling pokok adalah dalam rangka mensucikan iktikad ( akidah,
keyakinan) umat Islam agar betul-betul seujung rambut pun tidak berubah dan
tidak menyimpang dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
2.
MUHAMMAD
BIN ABDUL WAHAB
a.
Riwayat
Hidup Sang Pendiri
Muhammad Bin Abdul
Wahab (1703-1787) Pendiri Gerakan Muwahidin adalah seorang ulama besar, yang
dilahirkan di Uyainah, yaitu sebuah dusun di Najed, bagian Timur dari negara
Saudi Arabia.Ia dibesarkan dalam lingkungan kehidupan beragama yang ketat dibawah
pengaruh madzhab Hanbali, yaitu madzhab
yang memperkenalkan dirinya sebagai aliran Salafiyah.
Mula-mula
ia belajar agama di lingkungan keluarganya sendiri, kemudian dilanjutkan
belajar kepada beberapa ulama di kota Madinah. Selanjutnya ia berkelana untuk menimba
ilmu ke berbagai kota, dari Basrah, Baghdad, Kurdistan, Hamazan, Isfahan, Qumm
dan Kairo. Setelah sekian puluh tahun berkelana di berbagai kota, akhirnya
pulang kembali ke daerah asalnya, dengan satu tekad bulat yaitu mengabdikan
diri sepenuhnya untuk mengajarkan agama Islam sebagaimana yang difahaminya.
Gerakan
Muhammad bin Abdul Wahab dalam menyampaikan ajaran Islam dilakukan dengan cara
yang lugas, keras dan tidak mengenal kompromo sama sekali, terlebih lagi kalau
sudah menyangkut tauhid serta berbagai penyakit iman yang sangat berbahaya,
seperti syirik, khurafat, bid’ah, dan tawashul. Sikapnya yang seperti ini
akhirnya banyak menimbulkan rasa tidak senang dari pihak-pihak tertentu
khususnya para penguasa setempat, hingga pada puncaknya ia dengan keluarganya
diusir dari negerinya sendiri. Dengan serta-merta mereka terpaksa meninggalkan
daaerah kelahirannya dengan pindah ke Dar’iyah sebuah wilayah tempat tinggal
Muhammad bin Su’ud (pendiri wangsa Su’udiyah) yang beberapa waktu sebelumnya
telah mengikuti faham dan ajaran-ajarannya, nahkan akhirnya menjadi sahabat
karib sekaligus menjadi pelindungnya.
Gerakan
yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini oleh pendirinya sendiri
dinamakan Gerakan Muwahidin, yaitu suatu gerakan yang bertujuan untuk mensucikan
dan meng-Esa-kan Allah dengan semurni-murninya, yang mudah dan gampang dipahami
dan diamalkan persis seperti Islam pada masa permulaan sejarahnya. “It was puritanical, vigorous, simple. It’s
massage was straight forward: return to classical Islam”. Demikian
digambarkan oleh Wilfred Cantwell Smith. Sedangkan Ali Merat melukiskan tujuan
Gerakan Muwahidin sebagai berikut “Which
aimed restoring Islamic morality and piety to its original purity and
developing a sort of idealization of the primeval Moslem city, that of the
Pious Forefathers (al-Salaf)”. Jelaslah bahwa dakwah yang dilakukan oleh
Muhammad bin Abdul Wahab bertujuan hanya bertujuan untuk mengembalikan Islam
sebagai addien yang murni, yang
gampang dimengerti dan diamalkan seperti terbukti pada masa permulaan Islam.
Ajaran
tauhid yang digerakkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab disampaikan secara ketat
sekali, yang oleh karenanya terhadap berbagai macam kemusyrikan dan khurafat
yang justru akan merusak kemurniannya tauhid diperanginya dengan keras pula. Di
seputar kota Madinah dan Mekah ada beberapa tempat yang oleh sebagian umat
Islam dianggap sebagai tempat yang mubarakah yang oleh karenanya pula dapat
dijadikan tempat untuk memohon barakah. Tempat-tempat itu antara lain makam
Nabi Muhammad SAW beserta Abu Bakar dan Umar bin Khatab di dalam masjid Nabawi
(Madinah) kuburan sahabat Hamzah dan para syuhada’ lainnya di perbukitanUhud,
di maqam (tempat beranjak) Nabi Ibrahim As di dekat Ka’bah, Kain Kiswah penutup
Ka’bah, sumur zamzam dan sebagainya. Untuk mencegah mereka yang mencoba mendekat-dekati
tempat tersebut oleh Raja Ibnu Su’ud selaku pendukung setia gerakan Muwahidin
ditempatkan beberapa asykar (tentara). Sikap seperti ini sudah barang tentu
mengundang sikap reaktif, terutama mereka yang meyakini bahwa tempat-tempat
tersebut dapat dijadikan untuk meminta barokah. Mereka menunjukkan sikap yang
tidak senang, atau bahkan sikap benci dan marah. Dan untuk melampiaskan
kebencian dan kemarahannya tersebut mereka menamakan Gerakan yang dipimpin
Muhammad Bin Abdul Wahab ini dengan nama “Gerakan Wahabi”, suatu nama ejekan
atau olok-olokan yang dilontarkan oleh lawan-lawan pahamnya. Mereka mencoba
menjatuhkan martabat dari Gerakan Mawahidin ini dengan menghubungkan nama
pendirinya. Dan anehnya kini justru nama Wahabi lebih populer dan tetap
terpatri dalam setiap pembahasan sejarah gerakan pembaharuan dunia Islam.
Kembali
kepada AL-Qur’an dan as-Sunnah merupakan semboyang induk bagi semua gerakan
pembaharuan dalam dunia Islam, yang pada hakikatnya merupakan upaya
menghidupkan kembali pesan terakhir Rasulullah SAW seperti yang diriwayatkan
oleh Al-Hakim dan Ibnu Abbas ra sebagai berikut:
“ Sesungguhnya
aku telah meninggalkan buat kalian semua dua perkara, apabila kalian berpegang
teguh kepada keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah
(Al-Qur’an) dan Sunnahnya (al-Hadits)”.
Menurut
Muhammad Bin Abdul Wahab yang dimaksudkan dengan kembali kepada Al-Qur’an dan
as-Sunnah adalah kembali menghayati dan mengamalkan secara nyata dan
sungguh-sungguh terhadap semua perintah-Nya. Sedangkan makna kembali pada
Sunnah Rasul tidak lain adalah kembali menggali semangat dan jiwa Sunnah Rasul
guna dijadikan pedoman operasional terhadap sikap dan kegiatan hidup setiap
muslim.
b.
Pokok-pokok
Ajarannya
Gerakan Wahabi adalah
suatu gerakan pemurnian Islam yang pertama kali berdiri dalam rangka menyambut
seruan dan ajakan Imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah.
Satu hal yang tidak
kalah pentingnya, yang dijadikan tema pokok pembahasan dan perjuangannya adalah
hal ihwal yang bersangkut-paut dengan masalah tauhid. Ia berusaha untuk
memurnikan iman dari berbagai macam kemusyrikan, seperti menziarahi kubur Nabi
Muhammad SAW dan orang-orang yang dianggap keramat dengan tata cara yang tak
berbeda dengan penyembahan.
Hal-hal yang berkisar
di seputar masalah memurnikan tauhid inilah yang sangat ditekankan, antara
lain:
1.
Penyembahan kepada
selain Tuhan adalah salah satu, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh
2.
Orang yang mencari
ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk golongan
musyrikin
3.
Termasuk perbuatan
musyrik memberikan pengantar dalam shalat terhadap nama Nabi-nabi atau wali
atau Malaikat (seperti sayidina Muhammad)
4.
Termasuk kufur
memberikan suatu ilmu tidak didasarkan atas Qur’an dan Sunnah, atau ilmu yang
bersumber kepada akal pikiran semata-mata.
5.
Termasuk kufur dan
ilhad juga mengingkari “Qadar” dalam semua perbuatan dan penafsiran Qur’an
dengan jalan ta’wil.
6.
Dilarang memakai buah
tasbih dalam mengucapkan nama Tuhan dan do’a-do’a (wirid) cukup menghitung
dengan keratan jari.
7.
Sumber syariat Islam
dalam soal halal dan haram hanya Qur’an semata-mata dan sumber lain sesudahnya
ialah sunnah Rasul. Perkataan ulama mutakallimin dan fuqaha tentang haram dan
halal tidak menjadi pegangan, selama tidak didasarkan atas kedua sumber
tersebut.
8.
Pintu Ijtihad tetap
terbuka dan siapa pin juga boleh melakukan Ijtihad, asal sudah memenuhi
syarat-syaratnya.
Sifat gerakan Wahabi
yang keras, lugas dan sederhana benar-benar merupakan tenaga yang sanggup
menggoncangkan dan membangkitkan kembali kesadaran kaum muslimin yang sedang
lelap tidur dalam alam kegelapan. Bersama dengan Ibnu Su’ud, pendiri dinasti
Su’udiyah (Saudi Arabia) mereka berdua berjuang dengan sikap pantang menyerah
demi mewujudkan cita-cita dan pemikirannya. Ajaran-ajaran Muhammad Bin Abdul
Wahab telah banyak mengilhami Ibnu Su’ud dalam menjalankan roda pemerintahannya
yang semakin hari semakin bertambah luas, yang dikenal dengan kerajaan Saudi
Arabia (al- Mamlakah al- Arabiyah as
Su’udiyah). Sistem ajaran Muhammad Bin Abdul Wahab yang hanya menekankan
pada pengamalan agama persis seperti yang dituntutkan oleh Nabi Muhammad SAW
tanpa tambahan yang aneh-aneh dan asing seperti di atas sering disebut juga
dengan sebutan “ Muhammadiyah”.
GERAKAN
SALAFIYAH
Gerakan Salafiyah lahir
di Mesir pada sekitar abad XIX, dan dipelopori oleh tiga pendekar pemikir dalam
Islam yang namanya sangat harum di tengah masyarakat dunia Islam sampai ini.
Ketiga tokoh tersebut adalah:
a.
Sayid Jamaluddin
al-Afghany (1838-1897)
b.
Syekh Muhammad Abduh
(1849-1905)
c.
Rasyid Ridla
(1856-1935)
Gerakan Islam yang
muncul di Mesir dengan ketiga tokohnya seperti di atas menamakan gerakannya
dengan nama gerakan Salafiyah, suatu penamaan yang pada hakikatnya meneruskan
dan melestarikan gerakan yang dikobarkan oleh Ibnu Taimiyah beberapa abad
sebelumnya. Ibnu Taimiyah menamakan gerakan pemikiran/ide yang didengungkannya
dengan nama “Muhyi atsaris Salaf”,
yaitu membangkitakan kembali ajaran-ajaran lama, ditonjolkannya ajaran Ibnu
Hambal yang senantiasa gemar mempraktekkan ijtihad dan sangat anti kemusyrikan
serta bid’ah, pedoman satu-satunya yang dipakai adalah Al-Qur’an dan Sunnah
Rasul. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan gerakan Salaf yaitu gerakan yang
berusaha untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam sebagaimana cara-cara
pemahaman dan pengamalan Islam yang dilakukan oleh para ulama Salaf.
Gerakan
Salafiyah termasuk mata rantai kedua setelah gerakan Muwahidin atau yang lebih
terkenal dengan gerakan Wahabi. Keduanya berusaha mengadakan pembaharuan cara
berpikir dan berjuang demi tegaknya kembali kejayaan Islam serta kemuliaan umat
Islam dengan jalamn kembali kepada Al-Qur’an dan as- Sunnah dengan
semurni-murninya. Justru oleh karena itu semboyan yang mereka dengungkan sama
dengan semboyan yang pernah dicanangkan oleh Ibnu Taimiyah, yaitu kembali kepada
Al-Qur’an dan as-Sunnah secara murni dan penuh tanggung jawab, membersihkan
berbagai macam penyakit yang dapat mengaburkan kebagusan Islam (mahasinul Islam), seperti taqlid,
bid’ah. Khurafat dan syirik dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta mendorong
semangat untuk berijtihad.
a.
Teori
Perjuangan Gerakan Salafiyah
Dalam memancangkan tujuan
perjuangan yang dicita-citakan, ketiga tokoh gerakan ini telah sepakat bulat,
yaitu memperjuangkan tegaknya agama Islam. Namun dalam perkembangan lebih jauh
ketika mereka membicarakan dan menegaskan bagaimanakah cara-cara yang harus
ditempuh guna mewujudkan gagasan tersebut, ternyata Jamaluddin al-Afghany di
satu pihak, dan Rasyid Ridla serta Muhammad
Abduh di lain pihak berbeda pandangan.
Jamaluddin al-Afghany berpendapat
bahwa langkah yang pertama kali harus ditempuh oleh umat Islam ialah jihad,
berjuang dengan segala resiko dan pengorbanannya, dengan menggunakan cara
apapun yang dibenarkan oleh ajaran Islam.
Berbeda dengan teori perjuangannya
Jamaluddin al-Afghany, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla berpendirian bahwa
langkah pertama kali yang harus ditempuh umat Islam disamping merebut kekuasaan
politik kenegaraan merupakan sesuatu yang mutlak harus ditempuh adalah
memperbaharui lembaga-lembaga pendidikan sebagai sumber tempat digodognya para
calon mujtahid, mujaddid dan mujahid Islam yang tangguh dan militan, yang siap
mengorbankan apapun yang ada pada dirinya demi kejayaan Islam.
Menurut Muhammad Abduh sepak tejang
orang-orang yang bergerak dalam dunia politik pada umumnya cenderung
menggunakan prinsip Machiavellis dimana dalam upaya untuk mencapai tujuannya
mereka tidak lagi mengindahkan norma-norma etika agama. Dengan lantangnya mereka
mengumandangkan semboyan “Tujuan
menghalalkan semua jalan”. Meskipun perilaku politik seperti ini Abduh sama
sekali tidak menyetujui, dan dengan lantang ia menyatakan ‘La’natullahi ‘ala assyiasah’, laknat Allah terhadap politik. Namun
demikian bukan berarti Abduh menjadi orang yang alergi terhadap dunia politik.
Menurutnya perjuangan bidang politik akan diberkati dan diridlai Allah selama
dalam menjalankannya senantiasa berpijak pada norma-norma Islam sebagaimana
yang diajarkan oleh Al-Qur’an maupun yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW.
1.
SAYED
JAMALUDIN AL- AFGHANY
a.
Riwayat
Hidup dan Pendidikannya
Sayid
Jamaludin Al- Afghany dilahirkan tahun 1939 di As’ad Abad, Afganistan. Ia
berkebangsaan Afganistan, justru karena itu di belakang namanya dicantumkan
nisbah negeri tumpah darahnya “Al Afgany”. Sementara gelar Sayid menunjukkan
bahwa pada dirinya mengalir darah bangsawan yang bermuara pada Fatimah binti Muhammad
SAW dan Ali Bin Abi Thalib
b.
Pemikiran
Jamaludin Al- Afghany
1.
Dalam
bidang filsafat
Jamaludin
Al- Afghany adalah tokoh muslim pertama kali yang memperingatkan kepada dunia
Islam khususnya akan bahaya faham Materialisme. Peringatan ini ditulis dalam
sebuah buku karangannya yang berjudul “Al-
Raddu’ala al- Dahriyyin” atau penolakan terhadap faham Materialisme.
Sayid
Jamaludin Al- Afghany termasuk tokoh yang
mengagungkan akal pikiran. Akal menjadi dasar pokok bagi kehidupan orang
Islam sebab hilangnya agama bagai orang kehilangan akal. Justru karena itu ia
termasuk pendukung pendapat golongan yang membebaskan diri dari faham takdir
yang berkonotasi di al- jabr yang di
dalam terminologi modern akhirnya dikenal dengan istilah fatalisme, yaitu suatu
faham yang percaya pada suatu takdir dengan mengesampingkan kekuatan akal untuk
menghindarkan diri dari setiap marabahaya.
Jamaludin
Al- Afghany menegaskan bahwa yang dikatakan ‘al-qadla ‘wal qadar’ sesungguhnya
semakna dengan istilah predestination
yaitu suatu kepercayaan yang menguatkan akal pikiran untuk mengambil keputusan.
Dengan kepercayaan seperti itu seorang muslim akan meningkatkan energi moralnya
dan mendorongnya untuk bertawakal dan bersabar dalam usaha mencapai suatu
tujuan. Dengan kata lain Jamaludin Al- Afghany mempunyai faham bahwa memang
benar bahwa setiap manusia atau bangsa ada di dalam kekuasaan dan takdir Allah,
namun kepercayaan tersebut tidak berakibat menimbulkan sikap apatis dan
fatalis, bahwa justru akan membina sikap tawakal sepenuhnya kepada kekuatan
Allah dan mendorong dirinya semakin giat untuk berjuang dan berikhtiar.
2.
Dalam
bidang kebudayaan
Dalam
upaya membangun ilmu pengetahuan, peradaban dan kebudayaan Islam, Jamaludin Al-
Afghany sangat menganjurkan agar umat Islam berjuang dengan sekeras-kerasnya
untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang telah dilakukan
oleh negara-negara Barat.
Dalam
membangun kebudayaan dan peradaban Islam Jamaludin Al- Afghany juga menyinggung
masalah pengembangan bahasa sebagai salah satu unsur terpokok dalam suatu
kebudayaan. Ia menegaskan bahwa suatu bangsa yang tidak menggunakan bahasanya
sendiri, mereka tidak mungkin dapat mengembangkan perasaan yang baik dalam
masyarakat.
3.
Dalam
bidang politik
Dalam
membangun bidang politik dunia Islam yang dikerjakan oleh Jamaludin Al- Afghany
dijelaskan bahwa seluruh dunia Islam harus bersatu dalam persekutuan pertahanan
yang kokoh untuk mempertahankan diri dari keruntuhan. Dan untuk mencapai tujuan
itu haruslaah dimiliki teknik kemajuan Barat dan mempelajari rahasia kekuasaan
Eropa.
Jamaludin
Al- Afghany dimanapun juga senantiasa mengobarkan semangat solidaritaas antara
negara-negara Islam sesuai dengan Jiwa
Pan Islamisme untuk membina kekuatan mengimbangi pengaruh Barat.
Diajarkannya tauhid yang mutlak hanya mengakui kekuasaan Allah. Dianjurkannya
persatuan dan mengesampingkan pertentangan madzhab, dipropagandakan hak-hak
asasi rakyat dan demokrasi yang harus berlaku di semua negara Islam.
4.
Bidang
Tasawuf
Jamaludin
Al- Afghany termasuk orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
senantiasa dapat melakukan ‘tazkiyatun-
nafsi’ atau mensucikan pribadi,
antara lain dimana dan kapanpun juga selalu menyebut Asma Allah (dzikrullahi)
dengan menghitung-hitung biji tasbihnya yang tidak pernah lepas dari
jari-jemarinya sekalipun ia tengah menghadap dan berbincang-bincang dengan seorang
saja.
2.
SYEKH
MUHAMMAH ABDUH
a.
Riwayat
Hidup dan Pendidikannya
Syekh Muhammah Abduh lahir pada
tahun 1849 di Gharbiyah Mesir. Pada usia 13 tahun ia telah hafal Al-Qur’an. Syekh
Muhammah Abduh menamatkan pendidikan tingginya di Universitas Al-Azhar pada
tahun 1876 dengan mendapat ijazah Alimiyyah.
b.
Pemikiran
Muhammad Abduh
1.
Bidang Ijtihad dan
Taqlid
Sebab-sebab yang membawa kemunduran
umat Islam dalam Alam Islam adalah dikarenakan adanya kejumudan atau kebekuan
berfikir dikalangan umat Islam yaitu kebekuan dalam memahami ajaran Islam yang
bersumber kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Muhammad Abduh dengan tepat sekali
menggambarkan kondisi Islam yang dipeluk oleh umat zaman itu dengan ungkapan “Al-Islam mahjubun bin muslimmin” artinya
(kebenaran, kesempurnaan dan keindahan)
Islam itu tertutup oleh (perilaku) orang Islam sendiri.
Syekh Muhammad Abduh sangat menekankan
arti pentingnya ijtihad. Ajaran Islam telah menegaskan bahwa Islam diturunkan
kepada umat manusia tidak lain kecuali untuk menyebarluaskan rahmat Allah
keseluruh alam semesta. Penegasan seperti ini memberikan pengertian bahwa umat agama Islam adalah
sebagai pengayom bagi hidup dan kehidupan umat manusia sepanjang zaman, di mana
dan kapanpun juga.
2.
Bidang Pendidikan
Muhammad Abduh memasuki universitas
Al-Azhar , maka tanpa menunggu terlalu lama beliau melakukan berbagai
pembaharuan terhadap perguruan Islam yang tertua ini , baik yang menyangkut bidang
administrasi , bidang kurikulum , maupun bidang peningkatan mutu kuliah .
tegasnya pembaharuan Abduh tidak terbatas dalam masalah yang berhubungan
langsung dengan pendidikan saja. Bahkan prasarana untuk mencapai ke arah itu
juga disempurnakan. Berbagai macam ilmu pengetahuan yang selama ini dianak
tirikan seperti ilmu hisab, aljabar, geografi, filsafat, dan sebagainya
dimasukkan ke dalam kurikulum Al-Azhar.
3.
SAYYED
RASYID RIDLA
Tokoh ini dilahirkan di sebuah desa
di Libanon. Ia adalah salah satu murid Muhammad Abduh yang paling disayangi dan
paling dekat dengan beliau.
Adapun pokok-pokok pemikirannya
dalam pembaharuan Islam dapat dikatakan sama dengan pemikiran Jamaluddin
Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Akan tetapi di samping itu ia pun dikenal pula sebagai
seorang politikus yang sangat cermat.
Pokok
-pokok pikiran pembaharuan Rasyid Ridla adalah sebagai berikut :
·
Paham umat Islam
tentang agamanya serta tingkah laku mereka banyak yang telah menyeleweng dari
ajaran Islam yang suci murni. Untuk itu Islam harus dibimbing kembali ke jalan
Islam yang sebenarnya yang bersih , dari segala macam bentuk bit’ah, khurofat,
serta syirik.
·
Agar segala terwujud
kesatuan dan persatuan umat Islam janganlah di dasarkan pada kesatuan bahasa
atau bangsa , tetapi atas dasar kesatuan iman dan Islam. Di samping itu,
dianjurkan kepada umat Islam agar dijaga kerukunan umat islam atas dasar penuh
toleransi atau tenggang rasa sekalipun madzhab mereka berbeda – beda.
·
Kaum wanita harus
diikutsertakan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan.
·
Sebagian paham dan
ajaran kaum sufi dianggapnya memperlemah agama Islam karena mereka melalaikan
tugas kewajibannya di atas dunia. Mereka menanmkan paham yang pasif, pasrah
kepada keadaan, tanpa berusaha dan berikhtiar. Padahal yang benar ialah bahwa
ajaran Islam adalah agama yang penuh dinamika dan optimisme, yang mendorong
umatnya agar aktif mengolah bumi untuk
mendapatkan kenikmatan Allah dan mensyukurinya.
4.
SYAIKH
HASAN AL-BANA
Memasuki abad XX , tepatnya pada
tahun 1928 di Mesir muncul suatu gerakan Islam yang sangat terkenal sampaihari
ini, yang dinamakan ‘Ikhwanul Muslimin’ gerakan ini didirikan oleh Syaikh Hasan
Al-Bana (1908-1949) yang lahir pada tahun 1906 di provinsi Gharbiyah Mesir. Ia
dibekali otak cemerlang, ia telah hafal Al-Quran ketika berumur 14 tahun dan
pada usia 16 tahun ia telah menjadi mahasiswa di universitan darul ulum.
Ciri dari gerakan Ikhwanul Muslimin
, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Hasan Al-Bana adalah jauh dari sumber
pertentangan, jauh dari pengaruh riya’ dan kesombonngan, menaruh perhatian
terhadap kaderisasi, bertahapo dan dalam langkah , lebih mengutamakan aspek
alamiah produktif daripada propaganda dan memberi perhatian sangat serius pada
dunia pemuda.
Dakwah yang dilakukan oleh Ikhwanul
Muslimin berkarakter Rabbaniyah-yang
menyeru manusia untuk menjauhi , menentang, melawan tirani materialisme , dan
kembali beriman kepada Allah dan selalu merasa dalam pengawasanNya. Dakwah
Ikhwan juga memiliki karakter Insaniyah ,
yang mengajak kepada persaudaraan diantara sesama manusia dan berusaha
membahagiakan manusia. Sementara masalah ideologi , Ikhwanul Muslimin banyak
mengadopsi dakwah Salafiyah untuk dijadikan sebagai gerakan dakwahnya.
Dakwah Ikhwan banyak dipengaruhi
oleh Syekh Abdul Wahab , Sanusiyah , dan Rasyid Ridla yang semuanya merupakan
kelanjutan dari Madrasah Ibnu Taimiyah. Ikhwanul Muslimin menjadikan tasawuf
sebagi sarana pendidikan dan peningkatan jiwa seperti yang pernah dilakukan
para ahli tasawuf terdahulu yang akidahnya benar dan jauh dari segala bentukl
bit’ah, khurofat, menghinakan diri dan jauh dari sifat negatif.
Semula gerakan ini bergerak di
tengah – tengah kaum pinggiran , seperti petani miskin dan para pekerja dengan
cara membentuk kelompok – kelompok kecil yang dinamakan “Kelompok Ikhwan”.
Kelompok ini siap melakukan sesuatu yang berfaedah , seperti mendirikan masjid
, sekolah untuk pengajaran Al-Quran atau bengkel.
Pada tahun 1941 gerakan Ikhwanul
Muslimin diperluas meliputi bidang politik, perkumpulan olahraga, himpunan
untuk memajukan ilmu dan pendidikan , bidang ekonomi dan sosial. Pada tanggal
18 Desember 1948 gerakan Ikhwanul Muslimin dibubarkan, dan segala hak miliknya
disita oleh negara. Pada tanggal 12 Februari 1949 Hasan Al-Bana , pendiri
gerakan ini mati tertembak secara misterius.
Gerakan Ikhwan banyak melanjutkan
tokoh pemikir Islam antara lain Sayid Qutub , Yusuf Qardhawi,Said Hawwa ,
Muhammad al-Ghazali, Muhammad Mahmud Syawaf, Musthafa as-Siba’i, Musthafa
Masyur, Abdul Lathif Abu Qurrah, Abdullah Azzam dan lain-lain. Dari deretan
kader Ikhwan seperti di atas nama Sayid Qutub tercatat sebagai tokoh yang cukup
legendaris.
GERAKAN REFORMASI ISLAM
DI INDIA/ PAKISTAN
Terdapat lima tokoh pelopor dalam
gerakan pembaruan Islam di India dan Pakkistan. Antar lain yaitu Syah
Waliyullah, Sir Sayyid Ahmad Kahn, Sayyid Amir Ali, Muhammad Iqbal, dan
Muhammad Ali Jinnah. Adapun uraian tiap-tiap tokoh sebagai berikut.
a.
Syah
Waliyullah
Di
masa suram kekuasaan Islam dari dinasti Mughal, lahirlah tokoh dan pemikir
besar bangsa India yaitu Syah Waliyullah. Dari beliau inilah pertama kali
terpancar pikiran baru dalam usaha membangun kembali kejayaan Islam.
Usaha-usahanya meliputi bidang politik,sosial, dan intelektual. Dema yang
menggemuruh dari seruan tokoh ini nantinya disambut para pembaru Islam di India
yang datang kemudian.
b.
Sir
Sayid Ahmad Kahn
Sir
Sayid Ahmad Kahn dilahirkan di Delhi dan meninggal tahun 1989 M. Beliau
mendirikan lembaga Mohammedan Anglo
Oriental College (MCO) yang berpusat di Aligarh. Oleh karena itu gerakan
yang dipeloporinya terkenal dengan Gerakan Aligarh.
c.
Sayyid
Amir Ali
Sayyid
Amir Ali lahir di dekat Kalkuta Inida tahun 1849 M dan meninggal 1928 M. Beliau
masih keturunan ali bin Abi Thalib. Pendapatnya mengenai pembaruan Islam yaitu
bahwa Islam adalah agama yang membawa pada kemajuan, bukan mengaak pada
kemunduran.
d.
Muhammad
Iqbal
Muhammad
Iqbal lahir di Sialkot daerah Punjab tahun 1876 M, dan meninggal dunia tahun
1938 M. Beliau berulang meneriakkan kembali pada Al-Qur’an dan Sunnah yang
menurut keyakinannya akan mendinamisasikan pergerakan Islam dan menjamin
kemenangannya. Beliau pula yang mencita-citakan negara bagi umat Islam India,
yang terwujud dengan berdirinya negara Pakistan. Negara ini mendasarkan Islam
sebagai sumber dari segala hukum dan perundang-undangan.
e.
Muhammad
Ali Jinnah
Muhammad
Ali Jinnah lahir di Karachi tahun 1876 M, dan meninggal tahun 1948 M, setahun
lebih sebulan setelah berdirinya negara Pakistan. Beliau tidak banyak
mengeluarkan gagasan, tetapi lebih banyak berbuat dan berjuang melaksanakan
cita-cita pendahulunya. Perjuanagannya menghasilkan negara dan masyarakat
modern yang dibangun berdasar agama Islam. Terciptalah negara modern Pakistan
yang berdasarkan Islam. Beliau mendapat gelar kehormatan sebagai Qaid- a’dlam atau pemimpin besar.
Realisasi Kebangkitan
Islam antara Cita-cita dan Kenyataan
Hal yang wajar tentunya, karena
bertahun-tahun Islam dan kaum muslimin di negeri ini terpuruk dalam
penderitaan; tertekan secara politis dan ekonomis. Dalam hal aspirasi
saja, umat Islam di masa rezim orde lama dan orde baru harus menerima
kenyataan pahit. Bahkan acap kali diberi “label” kaum fundamentalis. Tapi
dengan munculnya aroma kebangkitan ini setidaknya mampu mengobati kerinduan
umat tentang kejayaan Islam. Sehingga semangat menggapai kemuliaan itu merebak
di mana-mana.
Namun di tengah euforia kebangkitan Islam ini, ternyata
kita harus mengakui, bahwa masih banyak kendala dan kekurangan di
sana-sini—sehingga terkesan ‘kering’. Itu sebabnya, cita-cita luhur tersebut
harus berhadapan dengan kenyataan bahwa sampai detik ini, kebangkitan yang
diharapkan tak kunjung tiba. Masih banyak kendala menghadang yang harus
disingkirkan untuk memberi jalan bagi kebangkitan Islam yang hakiki. Sangat
boleh jadi kebangkitan yang kita cita-citakan seperti membentur tembok yang
tebal, sehingga menyulitkan gerak langkah kita. Rintangan tersebut, selain
gencar dibuat oleh musuh-musuh Islam, juga tak menutup kemungkinan bila
rintangan itu justru kita ciptakan sendiri.
Fenomena kebangkitan yang salah arah ini ikut
menenggelamkan kaum muslimin ke dasar penderitaan yang makin dalam. Tidak
berlebihan tentunya bila kita mengatakan bahwa kebangkitan Islam dan kaum
muslimin ini masih jauh panggang dari api. Harapan tak sesuai dengan kenyataan.
Dalam keadaan seperti ini, bukan tak mungkin musuh-musuh Islam akan
memanfaatkan momen ini untuk menusuk kaum muslimin. Mohammed Arkoun (Rethinking
Islam, 1994), pemikir Islam asal Aljazair, telah memanfaatkan kebingungan umat
Islam ini. Ia mengatakan bahwa agar nilai-nilai Islam bisa hadir seperti yang
diharapkan, maka ajaran-ajaran dan karya-karya intelektual agama yang
dihasilkan dari upaya mitologisasi dan ideologisasi–yang karenanya menjadi
bersifat statistik dan fragmentaris tadi–harus ditolak dan diserang secara
kreatif.
Berikut ini adalah peringkat-peringkat kebangkitan yang
perlu diwujudkan, antara lain:
1.
Kebangkitan Pemikiran
Terpengaruh dengan pemikiran lain secara mutlak
ialah karena adanya seruan terkuat yang mengatakan bahwa tidak cara lain untuk
memajukan umat Islam selain daripada mencedok acuan pemikiran tamadun Barat
dari segala aspek.
2.
Peringkat pemikiran justifikasi
Justifikasi ialah suatu alasan yang kuat untuk
menjadikan sesuatu perkara wajar dilakukan. Perkara ini bermaksud umat Islam
hanya mengambil sesuatu perkara berkenaan syariat Islam berkaitan perkara yang
ingin dilaksanakan atau dianggap memberi kebaikan sahaja dan menolak sebahagian
syariat Islam yang lain. Mereka mengambil perkara daripada Barat kemudian
menjadi Islam sebagai pakaian mereka sahaja.
Sebagai contoh, amalan riba hukumnya haram
dalam Islam tetapi mereka melaksanakan dan beralasan bahwa amalan riba yang
diharamkan Islam adalah amalan riba pada zaman jahiliyyah dan bukannya amalan
riba pada zaman ini.
Kebangkitan
Amalan dan Akhlak merupakan kebangkitan Islam dari segi
pelaksanaan dan akhlak. Contohnya,
masjid pada masa dahulu hanya dipenuhi oleh golongan tua yang sudah dimamah
usia tetapi kini situasi berubah apabila pemuda sudah mula memenuhi masjid.
Golongan pemuda sudah mula menunaikan haji dan umrah, suatu amalan yang
kebiasaannya dilakukan oleh golongan tua. Kebangkitan ini bermakna anak-anak
Islam sudah mulai kembali kepada Islam.
3.
Kebangkitan Wanita Muslimah
Berlakunya perubahan pada wanita muslimah.
Berhijab (bertudung) pada masa lalu kurang diamalkan bahwa suatu amalan pelik bagi muslimah akan tetapi golongan
muslimah kini sudah mulai berhijab berbagai jenis fashion terkini. Ada yang
memakainya karena kesadaran tuntutan agama dan hanya ikutan semasa sahaja.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam masa Sejarah Islam terdapat 2
masa penting yang telah dialami yaitu masa kejayaan dan kemunduran. Kejayaan
Islam ini merupakan hasil perjuangan yang tidak mengenal lelah, baik yang
dirintisi dan dipelopori oleh Rasulullah SAW beserta para sahabatnya,
diteruskan pada zaman Khulafarur Rasyidin, dinasti Umaiyah, dinasti Abasiyah,
dinasti Umaiyah Andalusia maupun dinasti Fathimiyah. Berikut ini adalah inti
sari dari kemajuan dan kemunduran sejarah Islam. Kekhalifahan Umaiyah telah melakukan
pergantian pemimpin beberapa kali dalam satu masa, dan mengalami kemajuan dan
kemunduran. Dalam masa kepemimpinan Muawiyah telah mampu memperluas kekuasaan
wilayah. Tetapi dalam waktu yang tidak terlalu lama muncullah gejala terjadinya
proses akulturasi sosio budaya yang sangat kaya raya, berupa terjadinya proses
pencampuran antara budaya Islam Arab dengan berbagai budaya daerah lain.
Kekuasaan dinasti ‘Abbasiyah
berpusat di Bagdad sebagai pusat kekhalifahan. Pada masa ini mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Selain itu juga terdapat
pengembangan di bidang ekonomi yang mungkin didominasi oleh perdagangan
barang-barang mewah.
Dinasti Umaiyah di Spanyol
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, peradaban
dan kebudayaan.
Pada Dinasti Fatimiyah mampu
membangun kota Kairo yang ditandai suatu monumen yang teramat masyhur yaitu
Universita Al-Azhar. Selain itu juga mengembangkan ilmu pengetahuan lewat
berbagai macam buku ilmu pengetahaun. Di samping itu juga memperoleh kekuasaan
politik dan ekonomi dengan cepat, mereka memperoleh kemajuan baik dalam bidang
kesenian maupun dalam bidang ilmu pengetahuan.
Selanjutnya masa kemajuan dunia
Islam hanya berjalan beberapa abad lamanya. Berbagai macam krisis yang sangat
kompleks telah menerpa dunia Islam, diantaranya: Krisis dalam bidang sosial
politik, Krisis dalam bidang keagamaan, Krisis dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
Setelah dunia Islam mengalami
kemunduran dalam berbagai bidang dengan sangat drastisnya, maka benih
pembaharuan dalam dunia Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Hadikusumo,
Hartono. 1990. Kejayaan Islam: Kajian
Kritis dari Tokoh Orientalis. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.
Syalabi.1997.
Sejarah dan Kebudayaan Islam 3.
Jakarta: PT. Al-Husna Zikra.
Pasha,Musthafa
Kamal dan Ahmad Adaby Darban.2003.Muhammadiyah
sebagai Gerakan Islam. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam
(LPPI).
Yatim,
Badri. 2006. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Thoyar,
Husni.dan Abdul Mu’ti.2008.Al-Islam dan
Kemuhammadiyahan. Yogyakarta: Mentari Pustaka.
Semoga
makalah tentang pasang surut sejarah islam diatas bermanfaat untuk
sahabat sharematika semua.Terimakasih atas kunjungannya,
kunjungi terus sharematika, blog yang membahas semua materi matematika sd, materi matematika smp, materi matematika sma, dan materi matematika perguruan tinggi